Surabaya (mediapesan) – Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur (Kajati Jatim), Prof. (HCUA) Dr. Mia Amiati, S.H., M.H., CMA., CSSL., memimpin langsung Ekspose Mandiri terkait empat perkara pidana yang diajukan untuk dihentikan penuntutannya melalui pendekatan Restorative Justice (RJ) pada Selasa lalu (7/1/2025).
Kegiatan ini melibatkan Plh. Aspidum, Koordinator, dan para Kasi pada bidang Pidum Kejati Jatim, serta Kajari Tanjung Perak, Kajari Kabupaten Mojokerto, dan Kajari Batu.
Empat perkara yang diekspose mencakup:
1. Dua kasus pencurian (Pasal 362 KUHP) diajukan oleh Kejari Batu dan Kejari Kabupaten Mojokerto.
2. Satu kasus penganiayaan (Pasal 351 ayat 1 KUHP) diajukan oleh Kejari Tanjung Perak.
3. Satu kasus penadahan (Pasal 480 KUHP) diajukan oleh Kejari Kabupaten Mojokerto.
Pendekatan restorative justice menitikberatkan pada pemulihan keadilan bagi korban dan tersangka melalui mekanisme damai.
Hal ini sekaligus menegaskan bahwa penegakan hukum tidak hanya bersifat represif, tetapi juga humanis, dengan tujuan menciptakan harmoni di masyarakat.
Namun, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini tetap harus memenuhi kriteria yang ketat sesuai Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 15 Tahun 2020, di antaranya:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
2. Adanya perdamaian antara korban dan tersangka, hak korban telah dipulihkan, serta masyarakat memberikan respons positif.
Kebijakan ini diharapkan mampu mengurangi ketidakadilan yang sering dirasakan masyarakat kecil tanpa mengesampingkan pencegahan tindak pidana di masa depan.
Kajati Jatim mengingatkan bahwa pendekatan ini tidak memberi celah bagi pelaku untuk mengulangi kejahatan.
Langkah ini menunjukkan komitmen institusi hukum untuk lebih adaptif, responsif, dan relevan dalam menjawab kebutuhan keadilan masyarakat modern. ***