mediapesan.com | Hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang pengelolaan hasil sedimentasi laut telah membuka jalan bagi ekspor pasir laut.
Namun, kebijakan ini berpotensi menimbulkan ancaman serius bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama di Sulawesi Selatan.
Dampak pengerukan pasir laut yang terjadi selama ini sangat memprihatinkan. Di wilayah Galesong, Takalar, nelayan mengalami kerugian besar akibat rusaknya wilayah tangkap mereka dan meningkatnya abrasi pantai.
Cerita kelam ini tidak hanya berhenti di Galesong. Pulau Kodingaren juga merasakan dampak serupa, di mana nelayan kehilangan wilayah tangkap mereka akibat reklamasi pesisir Makassar yang memanfaatkan pasir laut.
Situasi ini menggarisbawahi perlunya tindakan cepat dan tegas dari pemerintah. Kami mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan pemulihan lingkungan di pesisir dan pulau-pulau kecil, terutama terkait pembangunan infrastruktur.
Selain itu, skema kebijakan perlindungan bagi masyarakat pesisir harus segera diterapkan untuk melindungi mereka dari berbagai ancaman seperti pembangunan infrastruktur dan perubahan iklim yang berpotensi merusak keberlangsungan hidup mereka.
Kami juga meminta pemerintah untuk mencabut PP No 26 Tahun 2023 dan merumuskan kebijakan yang lebih berpihak kepada rakyat, bukan hanya untuk kepentingan korporasi. Laut harus dikelola untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk kepentingan segelintir pihak, tegas Walhi.
Tanggapan dari Dinas Perikanan dan Kelautan
Menanggapi penolakan Walhi Sulsel dan warga Takalar terkait PP No 26 Tahun 2023, Ir. Azis Said, MM, Penyusun Zonasi Tata Ruang Laut dari Dinas Perikanan dan Kelautan Sulsel, menyatakan bahwa jika ada masyarakat Takalar, khususnya Galesong, yang terkena dampak kebijakan ini, sebaiknya mereka didampingi oleh Walhi untuk membawa data ke DPRD Provinsi Sulsel.
Kalau memang ada masyarakat yang merasa dirugikan, menurut saya bagusnya ajak Walhi dengan masyarakat di sana. Walhi itu organisasi lingkungan, tapi perlu ada data yang mendukung, ujar Azis Said dalam wawancara via WhatsApp, Rabu (24/07/2024).
Azis menekankan pentingnya melakukan kajian teknis sebelum pengelolaan sedimentasi dilakukan, dan menekankan bahwa kebijakan ini sebenarnya bertujuan untuk mencegah abrasi dan membantu nelayan dengan membersihkan pasir yang menyumbat aliran sungai.
Kalau memang Walhi memiliki data yang akurat, seharusnya kita sama-sama mendampingi masyarakat yang terkena dampak. Jangan sampai kita tidak memiliki dasar dari argumen, tambahnya.
Azis juga menekankan bahwa pengelolaan sedimentasi tidak serta merta dilakukan tanpa kajian, dan bahwa aturan terkait sangat ketat.
Menurutnya, potensi dampak negatif yang disuarakan Walhi dan masyarakat Takalar harus didukung dengan data yang jelas dan kajian teknis yang mendalam.
Permasalahan ini menunjukkan betapa pentingnya kebijakan yang berpihak pada masyarakat pesisir dan lingkungan.
Perlindungan dan pengelolaan laut harus selalu mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan semata-mata keuntungan korporasi.
Pemerintah diharapkan dapat mendengarkan suara rakyat dan mengkaji ulang kebijakan yang berpotensi merugikan banyak pihak. ***
(pl)