Mediapesan | Jakarta – Ketua Umum DPP APKOMINDO, Ir. Soegiharto Santoso, S.H. atau Hoky, mengambil langkah berani dengan melaporkan dugaan rekayasa hukum, penggunaan dokumen palsu, hingga maladministrasi yang disebut telah mencemari sembilan putusan pengadilan mulai dari tingkat pertama hingga Peninjauan Kembali (PK).
Laporan tersebut disampaikan serentak kepada tiga lembaga pengawas: Ketua Mahkamah Agung (MA), Ketua Komisi Yudisial (KY), dan Kepala Badan Pengawasan MA.
Lapor 9 Putusan Tercemar, Hoky Soroti Pola Rekayasa Sistemik
Hoky menilai ada ironi besar dalam rangkaian putusan yang ia laporkan.
Meski menurutnya penuh kontradiksi dokumen dan kesaksian yang dipertanyakan, pihak Rudy Dermawan Muliadi disebut justru menang sembilan perkara beruntun.
“Ini bukan sekadar merugikan saya atau pihak kami, tapi sudah merusak marwah dan kredibilitas lembaga peradilan,” tegas Hoky dalam keterangan tertulisnya.
Ia menyebut sembilan perkara yang diduga bermasalah itu meliputi perkara perdata di PN, banding, kasasi, hingga PK.
Mengungkap Pola: Dokumen Kontradiktif hingga Kesaksian Diabaikan
Berdasarkan telaah yang dilaporkan, Hoky menyoroti tiga pola dugaan rekayasa:
1. Dokumen kontradiktif — Disebut ada dua versi susunan kepengurusan terkait Munaslub APKOMINDO 2 Februari 2015, disusun oleh firma hukum yang sama.
- Iklan Google -
2. Kesaksian kunci diabaikan — Saksi Rudi Rusdiah diklaim membantah isi gugatan, namun keterangannya tidak dipertimbangkan majelis hakim.
3. Dokumen dasar tak sesuai fakta — Akta Notaris No. 55 disebut tidak memuat perubahan pengurus, tetapi dipakai sebagai dasar gugatan.
“Putusan pertamanya saja sudah rapuh. Tapi anehnya, semua tingkat peradilan seperti mengikuti pola itu,” kata Hoky.
Mengaku Pernah Dikriminalisasi, Kasusnya Diproses Kilat
Hoky juga membawa pengalaman pribadinya sebagai bukti pola “hukum berbayar”.
Ia mengaku pernah dikriminalisasi pada 2016 berdasarkan laporan LP/392/IV/2016/Bareskrim.
Ia menyebut statusnya berubah cepat dari saksi menjadi tersangka hanya dalam tiga bulan dan ditahan 43 hari.
Namun di persidangan, ia dinyatakan tidak bersalah dan putusan itu dikuatkan MA.
Yang disorot: laporan tandingan yang ia buat justru dihentikan atau mandek bertahun-tahun.
“Kontras ini bukti empiris bagaimana uang dan kuasa bisa menentukan arah proses hukum,” ujarnya.
Lapor ke KY: Nomor Aduan Sudah Terbit
Pada Selasa (9/12/2025), Hoky mendatangi Kantor Komisi Yudisial RI untuk konsultasi dan menyerahkan berkas laporan.
Pengaduan tersebut diterima dengan nomor 1331/XII/2025/P.
“Saya tekankan, ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal integritas peradilan. Kami hanya ingin prosesnya bersih,” kata Hoky.
Siap Diklarifikasi dan Berhadapan Langsung dengan Majelis Hakim
Hoky menyatakan kesiapannya untuk dikonfrontir langsung dengan para hakim yang menangani perkara pertama, yakni Perkara No. 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL.
Ia menyebut inisial-inisial hakim yang siap ia hadapi: Ketua Majelis berinisial R, serta Hakim Anggota HP dan DH.
“Silakan gelar forum terbuka atau tertutup. Mari kita bahas dokumen yang dipakai sebagai dasar putusan,” ujarnya.
Minta MA, KY, dan Badan Pengawasan MA Bertindak
Dalam surat No. 111/DPP-APKOMINDO/XII/2025, Hoky meminta tindakan terkoordinasi dari tiga lembaga:
- MA RI diminta membentuk tim audit khusus untuk memeriksa sembilan perkara yang dipersoalkan serta mengawasi proses banding Perkara No. 212/G/2025/PTUN.JKT.
- KY RI diminta memeriksa perilaku hakim yang menangani perkara-perkara itu.
- Badan Pengawasan MA diminta mengaudit proses administrasi dan manajemen perkara terkait dugaan maladministrasi.
Tetap Apresiasi Peradilan yang Bersih
Meski melayangkan laporan besar, Hoky menegaskan dirinya tetap percaya pada peradilan yang berintegritas.
Ia menyebut pihaknya justru menang dalam 12 perkara lain terkait sengketa APKOMINDO di pengadilan perdata, TUN, niaga, hingga pidana.
“Kami percaya keadilan masih bekerja. Karena itu kami bersuara. Ini demi menyelamatkan martabat peradilan Indonesia,” tutupnya.






