Pemilik Lahan Gunung Botak Ancam Gugat Koperasi Jika Tetap Masuk Tanpa Izin

Reporter Burung Hantu
Ibrahim Wael, pemilik lahan sekaligus ahli waris areal tambang emas Gunung Botak, Desa Kaiely, Kecamatan Teluk Kaiely, Kabupaten Buru, Maluku. (sk/ist.)

Mediapesan | Namlea – Sengketa lahan di sekitar areal tambang emas Gunung Botak, Desa Kaiely, Kecamatan Teluk Kaiely, Kabupaten Buru, Maluku, kembali mencuat.

Ibrahim Wael, pemilik lahan sekaligus ahli waris, menyatakan siap menempuh jalur hukum jika koperasi tetap memasuki atau menggarap kawasan tersebut tanpa persetujuan pemilik tanah.

Ibrahim mengatakan pihaknya selama ini tidak tinggal diam mengawasi aktivitas di kawasan Gunung Botak.

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Namun ia menegaskan langkah hukum baru akan diambil jika ada pihak yang terbukti melakukan penyerobotan.

“Kami menunggu siapa yang mau masuk seenaknya. Kalau itu terjadi, kami akan tempuh jalur hukum,” kata Ibrahim Wael, Sabtu, 6 Desember 2025.

IPR Dipertanyakan: ‘Kami Tak Pernah Diminta Persetujuan’

Ibrahim menilai penerbitan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada salah satu koperasi janggal.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Ia mengaku tak pernah dihubungi atau diminta menandatangani persetujuan sebagaimana diwajibkan dalam regulasi pertambangan.

“Kalau koperasi mau masuk kerja, silakan. Tapi kalau masuk di lahan kami tanpa izin, itu penyerobotan. Lahan kayu putih itu bertuan. Ada pemilik, bukan lahan negara,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, kepemilikan lahan didukung sejumlah dokumen hukum, termasuk parusa ahli waris, parusa orang tua, dan segel ketel (girik).

- Iklan Google -

“Kami punya dasar hukum yang jelas,” katanya.

Ia mempersoalkan syarat administratif IPR yang mewajibkan adanya surat persetujuan pemilik tanah.

“Lalu siapa yang tanda tangan? Saya ahli waris, dan tidak ada koperasi yang pernah koordinasi dengan saya. Kok tiba-tiba IPR bisa keluar? Ini kan aneh,” ujarnya.

Kewajiban Pemegang IPR Menurut UU Minerba

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, pemegang IPR wajib menyelesaikan hak atas tanah sebelum melakukan kegiatan eksplorasi maupun operasi produksi.

Baca Juga:  2 Tahun Mandek! Kasus Pelecehan Seksual di Makassar, Pelaku Masih Bebas, Korban Trauma Berat

Persetujuan pemilik lahan merupakan komponen utama sebelum pemegang izin dapat bekerja di lapangan.

Ibrahim mengingatkan bahwa keberadaan IPR tidak otomatis menghapus hak milik perdata.

“Menambang di lahan pribadi tanpa izin pemilik, meskipun punya IPR, tetap bisa berujung masalah hukum. IPR adalah izin pemerintah, bukan izin masuk lahan pribadi,” jelasnya.

 

Minta Koperasi dan Pemerintah Taat Regulasi

Ia mengatakan pemerintah berwenang melakukan penataan dan penertiban di kawasan tambang.

Namun aktivitas koperasi di lahan pribadi tetap harus melalui dialog dengan pemilik.

“Pemerintah mau tertibkan silakan. Tetapi kalau koperasi mau bekerja, mereka harus berurusan dengan kami sebagai ahli waris,” ujarnya.

Ibrahim berharap pemerintah daerah dan pihak terkait mengklarifikasi izin yang telah dikeluarkan serta memastikan tidak terjadi pelanggaran hak-hak pemilik tanah.

(sk)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *