mediapesan.com | Kasus pengrusakan kawasan hutan lindung yang melibatkan oknum kepala desa kini memasuki babak baru. Tersangka A (32), yang menjabat sebagai Kepala Desa, dan K (51), penanggung jawab lapangan, telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bone setelah sebelumnya ditangani oleh Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Balai Gakkum KLHK) Wilayah Sulawesi.
Kasus ini bermula dari laporan Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cenrana tentang aktivitas perusakan dan pembuatan jalan sepanjang ± 1.553 km di kawasan Hutan Lindung Tellu Limpoe, Kabupaten Bone.
Peringatan berulang kali dari petugas UPTD KPH Cenrana diabaikan oleh para pelaku yang tetap melanjutkan aktivitas ilegal ini dengan menggunakan alat berat seperti excavator.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan segera mengomunikasikan temuan ini ke Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.
Sebagai respons, dibentuklah tim operasi gabungan yang terdiri dari Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Anoa, Seksi Wilayah I Makassar, dan UPTD KPH Cenrana.
Tim berhasil mengamankan operator alat berat beserta barang bukti berupa satu excavator dan dua unit chainsaw, yang kemudian dibawa ke Kantor UPTD KPH Cenrana.
Penyidikan lebih lanjut mengungkap keterlibatan oknum Kepala Desa Polewali, A (32), yang diduga memberikan perintah dan pendanaan, serta K (51) sebagai penanggung jawab lapangan.
Keduanya diduga melakukan perusakan ini untuk membuka jalan bagi kegiatan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI). Akibatnya, A dan K ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Polda Sulawesi Selatan.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 78 ayat (3) Jo Pasal 50 ayat (2) huruf ”a” Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang telah diubah dengan Pasal 36 angka 17 dan 19 Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana hingga 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 7,5 miliar.
Kami sampaikan kepada masyarakat bahwa kasus pengrusakan hutan lindung ini telah memasuki tahap persidangan. Kami berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas, memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal guna memberikan efek jera. Penegakan hukum yang kuat adalah bagian dari upaya kami melindungi Sumber Daya Alam (SDA) dan menjaga keseimbangan ekosistem, kata Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi.
Kami berharap proses hukum dapat berjalan lancar dan adil, serta menjadi peringatan bagi pihak lain untuk tidak melakukan perbuatan serupa. Kami akan terus bekerja keras memastikan aktor intelektual utama juga dapat ditangkap dan mempertanggungjawabkan perbuatannya. Sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam menghentikan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan, hingga kini Gakkum KLHK telah melakukan 2.133 Operasi Pengamanan Hutan, Pembalakan liar, dan TSL, dengan 1.554 kasus di antaranya telah diseret ke meja hijau, tambah Aswin, Kepala Balai Gakkum KLHK.
Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya penegakan hukum yang tegas dalam melindungi lingkungan dan sumber daya alam Indonesia. ***
(sp/pl)