Lapandoso: Jejak Awal Islam di Tana Luwu yang Terlupakan

Reporter Burung Hantu
Situs Lapandoso di Dusun Muladimeng, Desa Pabbaresseng, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu.

Oleh: Dicky

 

Lapandoso, sebuah situs bersejarah yang terletak di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, merupakan saksi bisu masuknya Islam di Tana Luwu pada awal abad ke-17.

- Iklan Google -
Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Meski menyimpan nilai sejarah yang sangat penting, kondisi situs ini kini memprihatinkan dan nyaris luput dari perhatian publik maupun pemerintah.

Awal Mula Penyebaran Islam di Luwu

Tahun 1603 Masehi menjadi titik balik sejarah Tana Luwu.

Tiga ulama besar dari Minangkabau, Sumatera Barat—Datuk Patimang, Datuk ri Bandang, dan Datuk ri Tiro—berlayar ke timur dan mendarat di pesisir Luwu.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Mereka tiba di sebuah muara yang kini dikenal sebagai Lapandoso, nama yang dalam bahasa Luwu berarti pancang atau tongkat penambat perahu.

Di tempat inilah awal mula penyebaran Islam di wilayah Luwu Raya dimulai.

Raja Luwu ke-15, La Patiware, menerima ajaran Islam dari para datuk.

- Iklan Google -

Dakwah kemudian diteruskan oleh putranya, Pati Pasaung, yang setelah memeluk Islam mengganti namanya menjadi Sultan Abdullah.

Sejak saat itu, Islam berkembang pesat dan menjadi pondasi peradaban di Tana Luwu.

Kondisi Situs yang Terabaikan

Sayangnya, situs Lapandoso kini jauh dari kondisi yang layak.

Terletak di Dusun Muladimeng, Desa Pabbaresseng, Kecamatan Bua, Kabupaten Luwu, monumen bersejarah ini hanya berupa bangunan kecil berukuran 2×2 meter dengan sebuah tiang setinggi 136 sentimeter di tengahnya.

Fasilitas pendukung sangat minim:

Baca Juga:  Indonesia Memilih Pemimpin Ketika Ketidakpastian Global Tereskalasi

  • Akses jalan rusak, sulit dijangkau kendaraan.
  • Tidak ada papan informasi yang menjelaskan pentingnya situs ini.
  • Minim fasilitas wisata, padahal potensinya besar sebagai destinasi sejarah dan budaya.

Mengapa Situs Sepenting Ini Terlupakan?

Faktor utama yang menyebabkan terbengkalainya Lapandoso adalah minimnya perhatian dari pemerintah daerah, terutama Dinas Pariwisata Kabupaten Luwu.

Kurangnya inisiatif untuk mengangkat kembali nilai sejarah Lapandoso membuat situs ini perlahan-lahan hilang dari ingatan kolektif masyarakat.

Padahal, Lapandoso bukan sekadar tempat bersejarah. Ia merupakan simbol awal peradaban Islam di Luwu Raya—jejak awal dakwah yang membentuk identitas budaya dan spiritual masyarakat Luwu hingga kini.

Urgensi Pelestarian dan Revitalisasi

Pelestarian situs Lapandoso seharusnya menjadi prioritas strategis, baik dari aspek sejarah, budaya, maupun pariwisata.

Beberapa langkah konkret yang bisa dilakukan pemerintah daerah antara lain:

  • Meningkatkan infrastruktur akses jalan menuju situs.
  • Membangun pusat informasi sejarah yang menyajikan narasi edukatif dan infografik.
  • Mengembangkan kawasan wisata sejarah berbasis budaya lokal.

Selain itu, kolaborasi dengan komunitas sejarah, akademisi, dan tokoh masyarakat lokal perlu diperkuat untuk menghidupkan kembali kesadaran publik akan pentingnya Lapandoso.

Menjaga Warisan, Merawat Jati Diri

Melupakan sejarah berarti memutus mata rantai jati diri.

Lapandoso bukan hanya bagian dari masa lalu—ia adalah warisan penting untuk generasi mendatang.

Sudah saatnya kita, sebagai pewaris budaya dan sejarah, bersatu untuk menjaga, merawat, dan mempromosikan kembali nilai penting Lapandoso.

Karena sejarah yang tak dirawat, akan hilang. Dan warisan yang diabaikan, akan dilupakan. ***

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *