Jakarta (mediapesan) – Menjelang berjalannya pemerintahan Prabowo Subianto, harapan akan kebangkitan ekonomi Indonesia tampaknya belum mampu menggugah pasar.
Meski Prabowo secara konsisten menyuarakan optimisme lewat pidato-pidato bersemangat, reaksi positif dari pelaku pasar maupun investor tetap minim.
Salah satu janji ambisius yang terus digaungkan Prabowo adalah target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen per tahun.
Ia meyakini target tersebut dapat dicapai pada periode pertamanya sebagai presiden.
Namun, bagi banyak investor dan analis, janji ini lebih terdengar seperti retorika kampanye yang belum teruji dengan kondisi nyata.
Banyak faktor yang membuat pasar tidak antusias menyambut pemerintahan Prabowo Subianto.
Pertama, pertumbuhan ekonomi global yang sedang melambat menjadi tantangan besar bagi negara berkembang seperti Indonesia.
Ketidakpastian ini membuat investor cenderung berhati-hati.
Kedua, hingga saat ini belum ada detail kebijakan konkret dari Prabowo yang mampu meyakinkan pasar tentang bagaimana target ambisius tersebut akan diwujudkan. Faktor lainnya adalah stabilitas politik.
Meskipun Prabowo berusaha menunjukkan kepemimpinan yang kuat, kekhawatiran akan potensi gesekan politik dalam negeri bisa memengaruhi sentimen pasar.
Pelaku pasar menunggu lebih banyak kejelasan mengenai rencana kebijakan ekonomi yang bisa diandalkan untuk jangka panjang.
Sehingga, meski Prabowo membawa optimisme di panggung politik, pasar tampaknya masih memerlukan bukti lebih konkret sebelum merespons secara positif.
IHSG Berbalik Arah, Bergerak Volatil Jelang Pelantikan Kabinet Merah Putih
Setelah dibuka di zona hijau, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak volatil pada perdagangan pagi ini.
IHSG sempat menguat 0,26% namun berbalik arah turun 0,09% ke level 7.751 pada pukul 09:57 WIB.
Tak lama kemudian, indeks kembali naik tipis 0,04% ke level 7.763,33.
Pergerakan fluktuatif ini terjadi jelang pelantikan Kabinet Merah Putih yang diantisipasi pelaku pasar.
Ketidakpastian arah kebijakan baru membuat investor cenderung berhati-hati dalam menentukan langkah.
Kabinet Gemuk Prabowo Dikhawatirkan Picu Risiko Ekonomi, Analis Soroti Potensi Tumpang Tindih Regulasi
Kalangan analis pasar menyoroti besarnya kabinet pemerintahan Prabowo Subianto, yang terdiri dari sekitar 109 menteri, wakil menteri, dan pejabat setingkat menteri.
Kabinet yang “gemuk” ini dinilai dapat menimbulkan tantangan baru, terutama dalam kemampuan Prabowo mengelola dinamika politik.
Lionel Priyadi, Fixed Income dan Macro Strategist di Mega Capital Sekuritas, dilansir dari bloomberg technoz (21/10), menyatakan bahwa kemampuan Prabowo dalam mengatasi manuver politik di kabinet besar ini akan sangat menentukan.
Jika Prabowo gagal mengelola politik internal, pasar akan merespons negatif terhadap ketidakpastian politik dan kebijakan, ujarnya.
Selain itu, penambahan kursi menteri dinilai tidak hanya meningkatkan beban fiskal, tetapi juga memperbesar risiko tumpang tindih peraturan di masa mendatang, yang bisa menghalangi masuknya investor asing.
Kepala Riset Bahana Sekuritas, Satria Sambijantoro, menekankan bahwa kabinet yang terlalu besar bisa memperparah ego sektoral di antara pejabat tinggi.
Dengan ruang lingkup kerja yang lebih terbatas, masing-masing menteri mungkin akan fokus pada agendanya sendiri, berpotensi menciptakan kebijakan yang bertentangan, jelasnya.
Hal ini bertolak belakang dengan upaya deregulasi yang sebelumnya diupayakan oleh pemerintahan Jokowi untuk menyederhanakan birokrasi dan menarik investasi asing.
Kekhawatiran ini membuat investor menunggu kepastian lebih lanjut sebelum memberikan reaksi terhadap kebijakan ekonomi kabinet baru Prabowo. ***