MEDIAPESAN – Pemerintah Indonesia terus mematangkan peluncuran program Sekolah Rakyat, sebuah inisiatif pendidikan berbasis komunitas yang dijadwalkan mulai berjalan pada 1 April 2025.
Program ini menargetkan penempatan awal sebanyak 975 guru di 65 lokasi di berbagai wilayah, sebagai bagian dari upaya memperluas akses pendidikan bagi kelompok rentan dan daerah tertinggal.
Untuk mendukung kelangsungan program, pemerintah menetapkan tiga jalur rekrutmen tenaga pengajar: penugasan Guru ASN, rekrutmen khusus Guru PPPK, serta perekrutan Guru Non-ASN yang menyasar lulusan pendidikan yang belum memiliki status sebagai aparatur sipil negara.
Seluruh kebutuhan siswa, termasuk buku pelajaran, seragam, hingga perlengkapan pokok pendidikan lainnya, akan sepenuhnya dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Namun, di balik perencanaan ambisius ini, implementasi di lapangan masih menemui sejumlah hambatan, terutama dari sisi partisipasi pemerintah daerah.
Dalam rapat koordinasi tingkat menteri yang digelar belum lama ini di Kementerian Sosial RI, Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Restuardy Daud, mengungkapkan bahwa baru 21 persen pemerintah daerah yang mengirimkan usulan formasi guru.
Pengangkatan guru memang merupakan kewenangan pemerintah pusat, tetapi usulan formasi sepenuhnya bergantung pada daerah. Tanpa usulan, tidak akan ada tindak lanjut, ujarnya dalam rilis yang diterima redaksi, Senin (19/5).
Restuardy mendorong pemerintah daerah untuk lebih aktif menyampaikan kebutuhan tenaga pengajar agar proses penempatan dapat dilakukan tepat waktu.
Ia juga menekankan pentingnya kejelasan status kepegawaian guru dan tenaga kependidikan dalam skema Sekolah Rakyat, yang menurutnya perlu ditegaskan melalui surat penugasan resmi dari pemerintah pusat maupun daerah.
Untuk menjaga profesionalisme dan ketertiban manajemen sekolah, sebaiknya kepala sekolah berasal dari kalangan PNS, imbuhnya.
Rapat tersebut juga menghasilkan kesepakatan lintas kementerian untuk mempercepat proses pengadaan guru.
Kemen PAN-RB, BKN, Kemendikbudristek, serta Kementerian Agama akan terlibat langsung dalam pengawasan dan eksekusi kebijakan ini.
Seiring dengan itu, pemerintah akan menyiapkan pelatihan khusus bagi wali asrama dan wali asuh, mengingat sejumlah Sekolah Rakyat akan mengadopsi model pendidikan berasrama.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) akan berperan dalam proses verifikasi dan pembaruan data calon siswa serta pemetaan kebutuhan guru di masing-masing wilayah.