MEDIAPESAN – Dalam antrean yang membentang sepanjang jalan berdebu di selatan Gaza, seorang wanita tua berdiri diam di bawah terik matahari, menunggu jatah makanan dari organisasi amal lokal.
Kami tidak punya siapa pun kecuali Tuhan, katanya lirih, suaranya nyaris tenggelam di antara kerumunan pengungsi yang putus asa.
Bantuan yang datang hanya sejumput: segenggam tepung, sedikit beras, dan beberapa botol air.
Namun, bagi ribuan warga di Khan Yunis, yang terperangkap di wilayah yang terkepung oleh militer Israel, bantuan itu bisa menjadi perbedaan antara hidup dan mati.
Krisis kemanusiaan di Gaza terus memburuk.
Pengepungan yang diberlakukan Israel sejak berbulan-bulan lalu telah menghentikan aliran makanan, air bersih, dan obat-obatan ke wilayah tersebut.
Menurut organisasi bantuan internasional, tingkat kelaparan akut kini melampaui ambang krisis, dengan anak-anak dan lansia yang paling rentan terkena dampaknya.
Setiap hari adalah pertarungan untuk bertahan hidup, kata seorang sukarelawan dari badan amal lokal yang mendistribusikan bantuan. Kami kehabisan stok, dan permintaan terus meningkat. Orang-orang kelaparan.
Israel menyatakan pengepungan dan operasi militernya ditujukan untuk menghentikan kelompok militan Hamas, namun warga sipil menjadi korban utama dari konflik ini.
Upaya diplomatik internasional untuk membuka jalur kemanusiaan yang aman sejauh ini belum membuahkan hasil.
Sementara itu, wanita tua itu masih berdiri teguh di antrean.
Tangannya menggenggam sebuah kantong plastik kosong, matanya memandang jauh ke depan.
Kami hanya bisa berharap dan berdoa, katanya. Tidak ada yang tersisa untuk kami… kecuali Tuhan.