MEDIAPESAN – Ratusan warga di wilayah Depok dan Bekasi, Jawa Barat, terlihat mengantre di sejumlah lokasi dalam beberapa hari terakhir, Mei 2025.
Tujuan mereka bukan sekadar layanan publik atau bantuan sosial, melainkan untuk menjalani pemindaian retina oleh perangkat bernama Orb yang terkait dengan proyek mata uang kripto kontroversial, World Coin.
Proyek ini dikembangkan oleh Tools for Humanity, perusahaan yang turut didirikan oleh Sam Altman, CEO dari OpenAI.
World Coin menggabungkan konsep identitas digital dan cryptocurrency, memungkinkan pengguna untuk melakukan verifikasi identitas biometrik guna membuktikan bahwa mereka adalah manusia asli, bukan bot atau kecerdasan buatan.
Sebagai imbalan atas pemindaian retina, warga mengaku menerima uang tunai antara Rp300 ribu hingga Rp500 ribu, sebuah nominal yang cukup menggiurkan di tengah kondisi ekonomi yang menantang.
Video dan foto antrean panjang di berbagai titik Depok dan Bekasi telah menyebar luas di media sosial, mengundang diskusi tajam tentang etika dan keamanan teknologi ini.

Pihak World Coin menyebut proses ini sebagai cara menuju sistem identitas global yang aman dan inklusif.
Melalui aplikasi World Coin, pengguna yang telah diverifikasi akan menerima aset kripto sebagai insentif, yang dapat langsung diakses dari platform tersebut.
Namun, langkah ini tidak lepas dari pengawasan dan kritik.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) telah menghentikan sementara aktivitas pemindaian retina oleh World Coin.
Menurut Komdigi, pembekuan tersebut merupakan upaya preventif untuk melindungi data biometrik masyarakat serta memastikan tidak terjadi pelanggaran privasi.
Teknologi ini menimbulkan risiko besar terhadap perlindungan data pribadi, ujar Komdigi dalam pernyataannya. Kita tidak bisa mengorbankan privasi masyarakat hanya demi kemudahan digital atau insentif sesaat.
Kekhawatiran terhadap proyek World Coin tidak hanya terjadi di Indonesia.
Negara seperti Kenya telah lebih dahulu menangguhkan operasi World Coin sejak tahun lalu, dengan alasan serupa: pelanggaran etika, risiko privasi, dan tidak adanya jaminan keamanan data.
Di Spanyol, regulator data menilai proyek ini terlalu invasif dan menyimpan potensi penyalahgunaan data dalam skala besar.
Para analis memperingatkan bahwa iming-iming uang tunai untuk data biometrik bisa menciptakan ketimpangan kekuasaan antara perusahaan teknologi global dan masyarakat di negara berkembang.
Kita sedang menyaksikan munculnya bentuk kolonialisme data baru, tutur warganet.
Dengan meningkatnya tekanan terhadap proyek ini di berbagai negara, masa depan World Coin tampak belum pasti.
Sementara itu, di Depok dan Bekasi, kerumunan orang yang berharap mendapatkan Rp500 ribu untuk sepasang retina menjadi cerminan kegentingan ekonomi dan minimnya edukasi digital yang bisa dimanfaatkan oleh pihak luar.