(mediapesan) – Setelah resolusi PBB yang mengutuk Iran terkait sengketa nuklir, dan laporan dari IAEA yang mengungkapkan pengayaan uranium Iran telah melewati angka 60% (persen), Iran tampaknya tak tergoyahkan.
Ditambah ancaman Uni Eropa yang menyatakan akan memberlakukan sanksi embargo yang lebih berat, Iran tetap teguh pada sikapnya.
Bahkan, negara ini menantang IAEA dengan memasang sentrifugal tercanggih yang sebelumnya sempat dilarang.
Kondisi ini menunjukkan bahwa jalan diplomasi untuk menyelesaikan sengketa nuklir Iran semakin sempit.
Opsi serangan militer ke fasilitas nuklir Fordow, Natanz, dan Bushehr kini menjadi pilihan yang semakin serius, dengan Amerika, NATO, dan Israel mulai mendiskusikan langkah tersebut.
Media internasional pun ramai membahas potensi serangan militer ini.
Menanggapi isu serangan yang beredar, Sayyed Mohammad Marandi, mantan penasihat nuklir Iran, memperingatkan melalui cuitannya bahwa jika fasilitas nuklir Iran diserang, Iran akan membalas dengan menghancurkan fasilitas gas Qatar dan pangkalan udara Al-Udayd milik Amerika di Qatar.
Jika benar terjadi pelanggaran, Qatar akan kehilangan seluruh fasilitas gas alamnya, dan negara ini tak akan lagi ada, tegas Marandi.
Meski Qatar dikenal sebagai negara Teluk yang memiliki hubungan diplomatik baik dengan Iran, sikap Qatar yang bersekutu dengan Turki dan mengkhianati Iran di Suriah membuat Iran menyatakan tak ada lagi toleransi terhadap negara yang dianggap munafik ini.
Qatar sendiri sangat bergantung pada ekspor gas alam, yang menjadi sumber utama pendapatan negara, dan kehilangan akses ini akan berisiko menghapuskan keberadaan negara tersebut di peta ekonomi dunia. ***