Jakarta (mediapesan) – Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menuturkan perjalanan hidup dirinya hingga sampai seperti saat ini tidaklah mudah dan penuh liku.
Terlahir dari keluarga tentara dengan ekonomi yang pas-pasan membuat Bamsoet kecil jauh dari hidup mewah. Sejak SD, SMP hingga SMA Bamsoet masuk sekolah negeri karena biayanya yang murah.
“Apa yang saya capai hari ini bukanlah sesuatu yang mudah dan instan. Perjuangan yang saya lalui penuh dengan darah, keringat dan air mata. Sejak SMP sudah ditinggal wafat ayah saya dan bersama ibu sebagai orang tua tunggal berusaha hidup mandiri dengan lebih banyak cerita dukanya ketimbang cerita sukanya,” ujar Bamsoet saat tasyakuran ulangtahun dirinya ke-61 di Jakarta, Minggu malam lalu (10/9/2023).
Hadir antara lain Wakil Ketua MPR Syarif Hasan dan Ahmad Basarah, Wakil Ketua DPR Lodewijk, Wakil Ketua DPD Nono Sampono, Mahyudin dan Sultan Bachtiar Najamudin, Ketua Fraksi PAN MPR Jon Erizal, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Syahroni, Pengacara senior Henry Yosodiningrat, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, Wakil Menlu Pahala Mansury, Wakil Menteri BUMN Rosan Roeslani, Ketua BPK Isma Yatun didampingi para wakil ketua BPK Hendra Susanto dan Nyoman Adhi Suryadnyana, Ketua BPKP Muhammad Yusuf Ateh, Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto, Ketua Umum Perindo Hary Tanoesoedibjo, Ketua Umum Pemuda Pancasila Japto Soelistyo Soerjosoemarno, Ketua Umum FKPPI Ponco Sutowo, mantan Kepala BIN A.M. Hendropriyono, mantan Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief, Bambang Trihatmodjo, Setiawan Djodi, Jerry Hermawan Lo dan para pengurus IMI, KADIN, Hipmi serta komunitas otomotif mobil dan motor.
Dirinya menjelaskan, lulus SMA dirinya sebenarnya ingin melanjutkan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tetapi gagal. Bamsoet kemudian memilih masuk kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Jayabaya. Biaya masuk ke Universitas Jayabaya diperoleh dengan terlebih dahulu menjual beberapa petak sawah di kampung.
“Saat kuliah saya kos bersama teman-teman kuliah di Jayabaya, seperti mantan Menteri Kehutanan MS Kaban, Bursah Sarnubi, Eggy Sujana dan lain-lain. Kamar saya hanya seukuran 2×3 meter. Mandi dengan nimba air dari sumur. Pas akhir bulan, datang tagihan bayar kos, kita suka saling main tunjuk-tunjukan siapa yang harus bayar kos,” ujar Bamsoet.
Bamsoet menuturkan, ada pengalaman semasa kuliah yang tidak terlupakan. Salah satunya, saat dirinya bersama rekan-rekan makan nasi goreng di suatu malam. Ketika hendak membayar, ternyata tidak ada satupun yang membawa uang. Akhirnya, Bamsoet diam-diam mengambil sepatu kets baru milik MS Kaban untuk membayar nasi goreng yang mereka makan.
“Saat menjadi jurnalis saya juga pernah menjual berbagai kebutuhan pokok. Seperti sayur, bawang merah, dan telur di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta. Karena tidak memiliki modal, saya terpaksa menggadaikan barang-barang yang dimiliki. Termasuk jam tangan kesayangan pemberian almarhum ayah saya,” kata Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, diusianya yang telah menginjak usia 61, tidak menyurutkan semangatnya untuk tetap menulis, baik artikel di media massa ataupun menulis buku. Setiap harinya Bamsoet merespon isu-isu aktual yang terjadi di tanah air kemudian dikirim ke media massa. Bamsoet pun hingga kini telah menulis sebanyak 31 judul buku.
Akhir Agustus lalu, Bamsoet mendapatkan dua rekor penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI). Yakni sebagai ‘Ketua DPR RI sekaligus Ketua MPR RI Penulis Buku Terbanyak dengan total 31 Judul Buku’ serta sebagai ‘Ketua DPR RI sekaligus Ketua MPR RI Yang Merespon Masalah Kenegaraan Aktual Setiap Hari Secara Berkesinambungan’.
“Saya mempunyai prinsip ‘kalau kamu ingin hidup selamanya, maka menulislah’. Jadi itulah yang saya lakukan agar saya tetap hidup. Minimal pikiran-pikiran saya dapat dibaca dapat dipahami dan dapat diketahui oleh generasi penerus yang akan datang,” pungkas Bamsoet.
(rls)