Jakarta (mediapesan) – Penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau Perampasan Aset tanpa pemidanaan kembali menjadi sorotan, (13/12/2024).
Desakan agar DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi Undang-Undang terus meningkat, mengingat pentingnya langkah ini dalam memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi.
Masyarakat menilai, NCB adalah instrumen strategis, terutama dalam kasus-kasus di mana pelaku sulit dijerat melalui proses hukum pidana, seperti pelaku yang meninggal dunia atau kurangnya bukti kuat.
Namun, hingga kini, political will DPR untuk mendorong regulasi ini masih dipertanyakan.
Ahli Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga, Hardjuno Wiwoho, menegaskan urgensi pengesahan RUU ini.
Jika digabungkan dengan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), akan terjadi tumpang tindih yang berpotensi menghambat implementasi NCB, katanya.
Menurut Hardjuno, regulasi khusus untuk NCB akan memberikan kejelasan hukum sekaligus mempermudah pelaksanaannya.
NCB memungkinkan negara merampas aset yang terbukti berasal dari tindak pidana tanpa harus melalui proses pidana, ujarnya.
Tantangan dan Strategi
Meski demikian, Hardjuno tidak menutup mata terhadap tantangan besar yang akan dihadapi, terutama resistensi dari sektor politik dan birokrasi.
Tidak sedikit kasus korupsi melibatkan aktor-aktor kuat. Dibutuhkan keberanian dan komitmen besar untuk mendorong instrumen ini, jelasnya.
Hardjuno juga menekankan pentingnya pengawasan ketat dan transparansi dalam penerapan NCB agar tidak melanggar hak asasi manusia.
Hak properti pihak ketiga yang tidak terlibat harus tetap dihormati, tambahnya.
Selain itu, aset korupsi yang disembunyikan di luar negeri menjadi tantangan tersendiri.
Hardjuno menggarisbawahi perlunya penguatan perjanjian bantuan hukum timbal balik (mutual legal assistance) dengan negara-negara lain.
Ia mencontohkan keberhasilan Amerika Serikat dan Australia dalam memanfaatkan NCB untuk memulihkan aset koruptor.
Desakan kepada DPR
Hardjuno mendesak DPR untuk segera menunjukkan komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dengan mempercepat pembahasan RUU Perampasan Aset.
DPR harus melibatkan ahli hukum dan masyarakat untuk memastikan RUU ini kuat secara hukum dan relevan dengan kebutuhan pemberantasan korupsi di Indonesia, tegasnya.
Ia menambahkan bahwa pembahasan RUU ini harus dilakukan secara serius dan transparan.
Keterlibatan publik sangat penting untuk menciptakan regulasi yang benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat dalam melawan korupsi, pungkasnya.
Dengan pengesahan RUU ini, Hardjuno optimistis Indonesia dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan efektif, memastikan bahwa pelaku korupsi tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatan mereka.
Apakah DPR akan menjawab harapan ini? Waktu akan membuktikan. ***