MEDIAPESAN, Papua – Ketika sorotan publik dan politik terpusat pada Jakarta, sebuah pertempuran senyap terus berlangsung di perairan timur Indonesia.
Di wilayah yang jauh dari keramaian pusat kekuasaan, para penjaga garis pantai di bawah Komando Lantamal X Jayapura kembali membuktikan bahwa kedaulatan negara ditegakkan bukan hanya lewat pidato, tapi di atas geladak kapal patroli yang menyusuri perairan gelap tanpa sorotan.
Dalam dua operasi beruntun pada 10 dan 11 Juni lalu, Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) X berhasil menggagalkan dua upaya penyelundupan di perairan yang berbatasan langsung dengan Papua Nugini.
Operasi bertajuk Gakkumla-25 itu berhasil menggagalkan penyelundupan bahan bakar dan komoditas laut bernilai tinggi seperti sirip hiu dan teripang—barang-barang yang kerap terhubung dengan jaringan perdagangan lintas negara.
Ini bukan penangkapan kebetulan, ujar Kolonel Laut (P) Dedy Obet yang memimpin langsung operasi tersebut.
Ini bagian dari pola pelanggaran batas yang terus mengintai wilayah laut kita.
Perairan Indonesia yang luas dan terbuka memang kerap menjadi sasaran empuk bagi aktivitas ilegal.
Namun reaksi cepat dari Lantamal X di Jayapura, di bawah komando Brigjen TNI (Mar) Freddy Jhon H. Pardosi, menunjukkan sikap tegas negara dalam mempertahankan hak kedaulatan maritimnya.
Kami akan terus melaksanakan operasi penegakan hukum demi terciptanya keamanan dan kedaulatan di perairan Nusantara, tegas Pardosi dalam pernyataan resminya. Ini bukan sekadar janji—ini adalah amanat konstitusi.
Apa yang dilakukan Lantamal X lebih dari sekadar patroli laut.
Ini soal kesiapsiagaan, koordinasi lintas lembaga, dan kejelian dalam membaca ancaman yang terus berubah.
Di teluk-teluk sunyi seperti Youtefa dan Base G, kehadiran aparat menjadi benteng terakhir yang tak tergantikan—melindungi wilayah yang sering kali luput dari radar kebijakan nasional.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan perbatasan Indonesia–Papua Nugini menghadapi lonjakan kasus penyelundupan, penangkapan ikan ilegal, hingga peredaran narkotika.
Dalam konteks ini, keberhasilan Lantamal X adalah pesan yang nyaring meski tanpa riuh—bahwa negara tidak tidur.
Penegakan hukum di laut bukan sekadar menangkap pelaku.
Ia adalah bagian dari upaya menjaga ekosistem, martabat ekonomi, dan identitas nasional.
Saat kekayaan laut dijarah dan diselundupkan, yang terancam bukan hanya neraca dagang, tetapi harga diri bangsa.
Dalam diam dan efisiensi, prajurit Lantamal X menjawab satu pertanyaan besar yang kerap bergema dari pinggiran negeri: Apakah negara benar-benar hadir di tapal batas?
Lewat mereka, jawabannya jelas: hadir, dan siap.