Makassar | 17 Juni 2025 (MEDIAPESAN) – Kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang perempuan dan kedua orang tuanya di Makassar belum menunjukkan perkembangan berarti, meski status berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Makassar sejak Desember 2024.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran soal transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum di Sulawesi Selatan.
Laporan resmi kasus ini tercatat di Polsek Tamalate pada 26 Januari 2024 dengan nomor: LP/B/46/I/2024/SPKT/Polsek Tamalate/Polrestabes Makassar/Polda Sulawesi Selatan.
Namun, hingga pertengahan Juni 2025, perkara belum juga dilimpahkan ke pengadilan.
Korban yang dikenal dengan inisial TR, mengaku kecewa karena tidak mendapat kejelasan hukum, bahkan tak mengetahui jaksa yang menangani kasusnya.
Saya heran, kenapa setelah P21 tidak ada progres. Penyidik bahkan tidak mau menyebutkan nama jaksa. Ini seperti ada upaya pembiaran sistematis terhadap kasus saya, ujar TR saat ditemui di salah satu warung kopi di Makassar.
TR menyebut pelaku penganiayaan adalah mantan atasannya, RK alias Rusdianto Kusnadi alias Fery, yang diduga melakukan pemukulan di wajah dan mencakar lengan TR hingga berdarah.
Orang tua TR juga diduga dicekik oleh pelaku dalam kejadian yang terjadi di Perumahan Espana, Jalan Metro Tanjung Bunga, Makassar.
Sudah lebih dari satu tahun saya menunggu keadilan. Tapi pelaku yang berstatus tersangka masih bebas berkeliaran. Di mana keadilan itu berada? tambah TR.
Karena tak kunjung mendapat kepastian, TR menyatakan akan melapor langsung ke Kapolda Sulsel, Kejati Sulsel, Komnas Perempuan, Ombudsman, dan Kompolnas.
Saya tidak bisa terus dibiarkan dalam ketidakpastian hukum. Jika kepolisian dan kejaksaan di tingkat bawah tidak bertindak, saya akan cari keadilan ke atas, tegasnya.
Sikap tertutup juga diduga terlihat dari pihak Kejaksaan Negeri Makassar.
Hingga berita ini diterbitkan pada 17 Juni 2025, permintaan konfirmasi dari media terkait perkembangan perkara dan nama jaksa yang menangani belum ditanggapi oleh Kasintel Kejari Makassar.
Sementara itu, Kapolsek Tamalate mengarahkan awak media ke Kanit Reskrim, Ipda Abdul Rahman, yang menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk dari kejaksaan.
Namun, ia tidak memberikan jawaban ketika ditanya lebih lanjut soal identitas jaksa yang menangani kasus tersebut.
Pengamat sosial, Jupri, menyebut mandeknya perkara setelah P21 sebagai tamparan keras terhadap kredibilitas penegak hukum.
Jika setelah P21 perkara tidak dilimpahkan, lalu korban tidak diberi tahu siapa jaksa yang menangani, ini bukan lagi kelalaian tapi pembiaran terstruktur, kata Jupri.
Diamnya dua institusi besar, seperti kepolisian dan kejaksaan hanya akan memupus harapan masyarakat terhadap sistem peradilan. Negara seperti kehilangan daya untuk melindungi warganya, lanjutnya.
Kasus ini kini menjadi sorotan sebagai contoh nyata kesenjangan akses terhadap keadilan bagi korban dari kalangan warga biasa.
Minimnya transparansi dinilai memperkuat anggapan bahwa hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas.