MEDIAPESAN – Dunia energi diguncang oleh pengumuman terbaru dari Tiongkok.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia itu mengklaim telah menemukan cadangan thorium dalam jumlah besar—sebuah bahan bakar nuklir alternatif yang diyakini dapat menjadi sumber energi berkelanjutan hingga 60.000 tahun ke depan jika dikembangkan melalui teknologi reaktor garam cair.
Temuan ini segera menarik perhatian global, tidak hanya karena thorium jauh lebih aman dan efisien dibanding uranium, tetapi juga karena ketersediaannya yang jauh lebih melimpah di alam.
Reaksi dunia pun beragam, namun satu hal menjadi jelas: peta geopolitik energi bersih bisa segera berubah.
Yang mengejutkan, Indonesia ternyata bukan pemain baru dalam cerita ini.
Menurut data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tahun 2022, Indonesia memiliki cadangan thorium sebesar 150 ribu ton dan uranium sekitar 90 ribu ton.
Sumatera tercatat sebagai wilayah dengan kandungan thorium tertinggi, menyimpan lebih dari 126.000 ton, diikuti oleh Kalimantan dan Sulawesi.
Potensi thorium kita sangat besar. Jika dimanfaatkan dengan benar, ini bisa menjadi jalan menuju kemandirian energi nasional berbasis energi bersih, ujar seorang peneliti senior BRIN.
Namun, jalan menuju pemanfaatan thorium di Indonesia masih panjang.
- Iklan Google -
Tantangan utama datang dari keterbatasan infrastruktur nuklir, minimnya pendanaan riset, serta regulasi yang belum cukup mendukung pengembangan teknologi reaktor generasi baru.
Hingga kini, belum ada peta jalan yang komprehensif untuk pemanfaatan thorium di tingkat nasional.
Pemerintah sendiri masih fokus pada pengembangan energi baru dan terbarukan seperti surya, angin, dan panas bumi.

Namun, sejumlah pakar menilai sudah saatnya Indonesia meninjau ulang potensi thorium sebagai bagian dari strategi transisi energi jangka panjang.
Dengan cadangan sebesar itu, kita tak boleh hanya jadi penonton. Ini saatnya Indonesia merumuskan arah baru dalam kebijakan energi nasional,” demikian analis energi dari Institute for Clean Future (ICF).
Thorium bisa menjadi kunci menuju masa depan bebas energi fosil, sekaligus membuka peluang Indonesia sebagai kekuatan baru dalam ekonomi hijau global.
Namun, tanpa langkah politik yang tegas dan investasi serius dalam teknologi, potensi ini bisa kembali terkubur dalam diam.