Maputo | Mediapesan – Lebih dari 120 anak di bawah umur telah diculik sepanjang tahun ini oleh kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan ISIS di Mozambik, Senin, 4 Agustus 2025.
Para militan memperlakukan mereka bukan sebagai korban, tetapi sebagai amunisi baru untuk memperkuat barisan perlawanan yang terus melancarkan serangan di wilayah utara negeri itu.
Laporan dari sejumlah lembaga kemanusiaan mengungkap, anak-anak laki-laki yang diculik dipaksa mengangkut logistik, menjaga kamp, hingga bertempur hanya dalam hitungan bulan setelah ditangkap.
Beberapa di antaranya baru berusia 13 tahun.
Nasib anak-anak perempuan tak kalah tragis — mereka dijadikan istri para pejuang, tanpa perlindungan hukum maupun kemanusiaan.
Praktik perekrutan ini bukan kebetulan. Anak-anak dianggap lebih mudah dicuci otak, dikendalikan, dan — dalam istilah paling dingin — mudah digantikan jika tewas.
Sebagian kecil anak yang berhasil melarikan diri atau dibebaskan, kembali dalam keadaan trauma berat, membawa cerita kelam yang tidak mudah dilupakan.
Wilayah Chiure, provinsi Cabo Delgado, kembali menjadi sorotan setelah beberapa desa Kristen dibakar dalam serangan baru-baru ini.
Meski pasukan keamanan telah digerakkan, aktivitas militan tetap tinggi — begitu pula perekrutan tentara anak.
- Iklan Google -
Fenomena ini menunjukkan pola yang kian sistematis: penculikan, eksploitasi, indoktrinasi.

Anak-anak yang seharusnya tumbuh dalam damai, malah dijadikan bagian dari mesin perang yang terus berputar.
PBB dan organisasi kemanusiaan internasional telah menyerukan perhatian global atas krisis ini.
Namun sejauh ini, upaya perlindungan terhadap anak-anak Mozambik masih tertinggal jauh dari laju kekerasan yang terus berlangsung.