Gaza | Mediapesan – Ledakan bom, ancaman kematian, dan ketidakpastian hidup menjadi keseharian Mahmoud Sabbah.
Di tengah reruntuhan bangunan dan jeritan korban, jurnalis foto Palestina itu tetap mengangkat kameranya, mendokumentasikan setiap fragmen kehancuran dan penderitaan manusia di Gaza.
Sabbah bukan satu-satunya. Banyak jurnalis di wilayah konflik ini memilih bertahan, meski kehilangan rekan kerja, anggota keluarga, bahkan rumah mereka sendiri.
Kami tidak punya senjata selain kamera. Inilah cara kami melawan hilangnya kebenaran, kata salah seorang jurnalis yang masih bertugas, menggambarkan tekad yang sama dengan Sabbah.
Dalam situasi yang terus memburuk, kerja mereka lebih dari sekadar profesi.
Ia berubah menjadi misi: memastikan bahwa dunia tidak menutup mata terhadap apa yang terjadi.
Namun harga yang dibayar begitu tinggi. Organisasi internasional mencatat ratusan jurnalis tewas sejak awal serangan, menjadikan Gaza salah satu tempat paling berbahaya di dunia bagi pekerja media.
- Iklan Google -
Meski demikian, gambar-gambar yang dibawa Sabbah dan rekan-rekannya terus menembus batas geografis, memperlihatkan wajah perang yang sesungguhnya.
Di tengah reruntuhan, kamera-kamera itu menjadi saksi.
Dan lewat mereka, dunia dipaksa untuk melihat.