“No Viral, No Justice”: Kritik untuk Polisi dalam Kasus Dugaan Penganiayaan Anak di Luwu

Reporter Burung Hantu
Kasus dugaan penganiayaan anak di Luwu, polisi dinilai lamban bertindak, (19/8/2025).

Luwu | MediapesanKasus dugaan penganiayaan terhadap anak di bawah umur kembali mencoreng wajah penegakan hukum di Kabupaten Luwu.

Seorang anak berusia 17 tahun meninggal dunia setelah diduga dianiaya oleh inisial IS, Kepala Desa Seppong, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu.

Namun, hingga kini polisi belum juga menangkap terduga pelaku.

Keluarga korban menjerit meminta keadilan.

- Iklan Google -

Berdasarkan laporan polisi bernomor LP/B/167/V/2025/SPKT/POLRES LUWU/POLDA SULSEL tertanggal 31 Mei 2025, serta tindak lanjut SP2HP nomor B/179 A.1.1/VI/2025/Reskrim, kepolisian menyatakan masih melakukan penyidikan.

Lambannya proses hukum ini menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.

Ruslan, ayah korban, menceritakan luka parah yang dialami anaknya sebelum meninggal.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Di tubuh anak saya ditemukan lebam di bahu kiri dan kanan yang melebar. Pertanyaannya, apa motif Kepala Desa datang ke RS Batara Guru hanya untuk mencari anak saya yang sedang terkapar di IGD? Apakah kedatangannya sudah direncanakan untuk membunuh anak saya? ujarnya penuh amarah di salah satu warkop dekat Polda Sulsel.

Secara hukum, perbuatan tersebut masuk dalam kategori tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 Ayat (3) jo Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Ancaman pidananya mencapai 15 tahun penjara jika menyebabkan luka berat, bahkan bisa diperberat hingga seumur hidup atau hukuman mati bila korban meninggal dunia.

- Iklan Google -

Pasal 351 Ayat (3) KUHP juga mempertegas ancaman pidana bagi pelaku penganiayaan yang mengakibatkan kematian.

Baca Juga:  Sumber Daya Termahal di Dunia Adalah Informasi: Ambisi Barat untuk Menguasai?

Aktivis pemerhati sosial, Jupe, mengecam keras lambannya aparat dalam menangani kasus ini.

Kalau benar ini dilakukan oleh seorang Kepala Desa, aparat penegak hukum tidak boleh ragu untuk segera menangkap pelaku. Tidak ada toleransi untuk kekerasan terhadap anak, apalagi sampai meninggal, katanya dalam pesan singkat, Selasa, 19 Agustus 2025.

Jupe juga menyoroti lemahnya peran UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Luwu.

Menurutnya, DP3A tidak terlihat melakukan pendampingan kepada keluarga korban.

DP3A seolah hanya ada di papan nama. Mestinya mereka paling depan mendampingi keluarga korban dan menekan aparat agar serius mengusut kasus ini. Tapi yang terlihat justru diam seribu bahasa. Ini kelalaian yang fatal, ucapnya.

Ia mengingatkan agar hukum berjalan tanpa harus menunggu sorotan publik.

Selama ini hukum sering baru bergerak kalau sudah viral. Maka jangan salah kalau muncul istilah ‘No Viral, No Justice’. Padahal tanpa publikasi pun aparat wajib tegas menegakkan hukum demi keadilan anak dan keluarganya, tegasnya.

Kasus ini kini menyita perhatian publik. Masyarakat menanti langkah nyata Polres Luwu dalam membuktikan komitmen penegakan hukum tanpa pandang bulu, meski terduga pelaku seorang pejabat desa.

Hingga berita ini diterbitkan, Kanit Reskrim Polres Luwu belum merespons telepon maupun pesan singkat dari awak media terkait perkembangan penyidikan kasus tersebut.

5 Fakta Kasus Dugaan Penganiayaan Anak di Luwu

1. Korban adalah anak berusia 17 tahun

Remaja tersebut meninggal dunia setelah mengalami luka-luka yang diduga akibat penganiayaan.

Di tubuh korban ditemukan lebam di bahu kiri dan kanan sebelum dinyatakan meninggal.

2. Pelaku diduga seorang Kepala Desa

Baca Juga:  Agustinus Bangun Resmi Pimpin DPD VPI Sulsel, Yohanes Handoyo : DPN Berjalan Berdasarkan Konstitusi Organisasi

Terduga pelaku adalah Irwan Sultan, Kepala Desa Seppong, Kecamatan Belopa Utara, Kabupaten Luwu.

Hingga berita ini ditulis, polisi belum melakukan penangkapan terhadap yang bersangkutan.

3. Kasus telah dilaporkan ke polisi sejak 31 Mei 2025

Keluarga korban membuat laporan resmi dengan nomor LP/B/167/V/2025/SPKT/POLRES LUWU/POLDA SULSEL.

Penyidikan disebut masih berlangsung, namun pihak keluarga menilai proses hukum berjalan lamban.

4. Keluarga korban menuntut keadilan

Ruslan, ayah korban, menilai ada kejanggalan terkait kedatangan Kepala Desa ke RS Batara Guru saat anaknya dirawat.

Ia menduga kedatangan itu terkait dengan upaya penganiayaan yang berujung pada kematian anaknya.

5. Aktivis mengecam lambannya proses hukum

Jupe, aktivis pemerhati sosial, menilai polisi lamban bertindak.

Ia menekankan bahwa hukum tidak boleh tumpul hanya karena pelaku diduga seorang pejabat desa.

Ia juga menyoroti lemahnya peran DP3A Luwu yang tidak mendampingi keluarga korban.

(R.35)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *