MEDIAPESAN, Tangerang Selatan – Dugaan kebocoran dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) mengguncang Dinas Kepemudaan dan Olahraga (Dispora) Kota Tangerang Selatan.
Persoalan ini mencuat usai dua organisasi masyarakat sipil—DPD LSM Komite Pemantau Korupsi dan Gabungnya Wartawan Indonesia (GWI) Provinsi Banten—melayangkan surat konfirmasi kepada Dispora, yang kemudian ditanggapi secara defensif oleh pejabat dinas.
Ketua kedua organisasi tersebut, Syamsul Bahri, mengungkapkan bahwa surat tersebut berisi permintaan klarifikasi terkait dugaan penggelembungan anggaran pembayaran gaji pegawai non-ASN serta indikasi kegiatan fiktif dalam pos pemeliharaan gedung dan hibah.
Namun, alih-alih memberikan jawaban terbuka, pihak dinas berdalih menggunakan payung hukum Peraturan Wali Kota Tangerang Selatan No. 24 Tahun 2019 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
Jika kami langsung melaporkan atau mempublikasikan temuan ini tanpa konfirmasi pun, tidak ada delik hukum. Yang penting data yang kami pegang valid, tegas Syamsul kepada sejumlah media, Selasa (27/5).
Transparansi Diabaikan, Akuntabilitas Dipertaruhkan
Dugaan ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana APBD tahun 2023 menyita perhatian.
Dari total anggaran sebesar Rp37,8 miliar, hanya sekitar Rp23,7 miliar yang dilaporkan secara terbuka, menyisakan selisih sekitar Rp12,5 miliar yang belum memiliki penjelasan.
Salah satu pos besar yang disorot adalah anggaran gaji pegawai non-ASN.
Berdasarkan data dari BKPSDM Kota Tangerang, jumlah pegawai non-ASN di Dispora seharusnya 213 orang, namun Dispora justru mencatat 237 orang.
Selisih 24 orang ini menimbulkan tanda tanya besar, terlebih jika dikaitkan dengan pagu belanja jasa senilai total Rp6 miliar.
Kalau jumlah pegawai 237 orang dan total anggarannya Rp6 miliar, maka rata-rata pegawai hanya menerima Rp2,1 juta per bulan. Padahal dalam Perwako, nilai minimalnya Rp2,5 juta, ujar Syamsul.
Pemeliharaan Gedung Diduga Fiktif
Tak hanya soal pegawai, Dispora juga diduga mencantumkan kegiatan fiktif untuk pos pemeliharaan gedung pada tahun 2023 dan 2024.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan tersebut sudah dikerjakan oleh Dinas Cipta Karya dan Tata Bangunan Kota Tangerang Selatan.
Pada tahun 2024, ketidakcocokan data kembali muncul.
Dari anggaran riil sebesar Rp45,9 miliar, yang dilaporkan ke publik hanya sebesar Rp21,3 miliar.
Artinya, ada dana sekitar Rp24,6 miliar yang belum jelas alokasi maupun penggunaannya.
Ketertutupan Informasi Bertentangan dengan UU KIP
Menurut Syamsul, sikap Dispora yang berlindung pada Perwako justru bertentangan dengan semangat dan substansi Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
UU KIP Pasal 48 ayat (1) mewajibkan badan publik mengumumkan secara serta-merta informasi yang berdampak pada hajat hidup orang banyak. Pengelolaan dana publik termasuk di dalamnya, ujarnya.
Ia menilai, dalih birokrasi semacam itu hanya memperkuat dugaan adanya potensi korupsi dalam tubuh dinas, sekaligus menghambat prinsip transparansi dan partisipasi publik dalam pengawasan anggaran negara.
Langkah Hukum Menanti
Dalam pernyataan resmi yang diterima media, Syamsul Bahri yang juga didampingi tim kuasa hukum menyatakan bahwa pihaknya akan membawa kasus ini ke aparat penegak hukum (APH).
Ia meminta media dan masyarakat turut mengawal jalannya proses hukum.
Genderang perang sudah kami tabuh. Tidak ada langkah mundur. Kami akan lanjutkan hingga tuntas ke ranah hukum, tegasnya di akhir keterangan pers di kantor DPP GWI, Jalan Veteran, Kota Tangerang.