Dedik Sugianto dan Gagasan “Gila” Mendirikan Partai Politik Wartawan

Reporter Burung Hantu
Dedik Sugianto, Ketua Sindikat Wartawan Indonesia (SWI) sekaligus Ketua Lembaga Pers Wartawan Kompetensi Indonesia (WAKOMINDO).

Surabaya (MEDIAPESAN)Di tengah riuhnya dinamika politik dan demokrasi Indonesia, sebuah gagasan tak lazim datang dari Dedik Sugianto, Ketua Sindikat Wartawan Indonesia (SWI) sekaligus Ketua Lembaga Pers Wartawan Kompetensi Indonesia (WAKOMINDO).

Ia menyuarakan ide yang membuat banyak alis terangkat: wartawan harus berpolitik.

Bahkan, lebih dari itu—ia mendorong terbentuknya partai politik khusus bagi insan pers.

Apakah wartawan boleh berpolitik? tanya Dedik dalam satu kesempatan diskusi.

- Iklan Google -
Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Sebuah pertanyaan yang selama ini seperti terpenjara oleh anggapan normatif bahwa jurnalis mesti steril dari segala bentuk keberpihakan politik.

Namun, Dedik tak segan menyebut anggapan tersebut sebagai bentuk diskriminasi halus.

Tidak ada satu pun aturan yang melarang wartawan untuk terlibat dalam politik. Itu hak konstitusional, katanya.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Menjawab dengan Politik

Bagi Dedik, pertanyaan lebih penting justru bukan soal boleh atau tidak, tetapi mengapa wartawan tidak berpolitik?

Ia menilai, selama ini tak satu pun partai politik yang benar-benar mengusung nasib para jurnalis sebagai agenda perjuangannya.

Padahal, insan pers kerap berada di garda terdepan menyuarakan kepentingan publik.

- Iklan Google -

Kalau bukan kita yang memperjuangkan kesejahteraan kita sendiri, siapa lagi? ujar Dedik, lantang.

Dari sinilah muncul ide mendirikan partai politik wartawan.

Baca Juga:  Wujud Komitmen Ajar Nilai-nilai Nasionalisme, MAN 1 Kota Makassar Peringati Hari Kesadaran Nasional

Gagasan yang disebut Dedik sendiri sebagai “gila”karena sangat mungkin ditertawakan atau ditentang—namun justru berangkat dari keprihatinan nyata: lemahnya posisi tawar wartawan dalam struktur kebijakan nasional.

Organisasi Pers yang Terfragmentasi

Dedik menyoroti realitas dunia pers hari ini yang terpecah dalam banyak organisasi dengan kepentingannya masing-masing.

Solidaritas kerap tergerus oleh sekat-sekat kelembagaan.

Jurnalis yang terjerat kasus, misalnya, tak jarang dibiarkan sendiri karena berbeda afiliasi organisasi.

Kita ini terbiasa memperjuangkan suara orang lain, tapi giliran suara kita sendiri—sunyi, ucap Dedik.

Ia memimpikan partai politik yang mampu menjadi rumah besar insan pers, lintas organisasi dan media, yang menyatukan visi demi kehidupan jurnalis yang lebih sejahtera dan bermartabat.

Tak sekadar gagasan, Dedik juga menilai wartawan punya modal riil untuk menjadikan partai ini bergerak.

Jaringan media yang menjangkau hingga daerah-daerah dinilainya bisa menjadi struktur dasar partai yang kuat.

Dari perwakilan media, bisa lahir kepengurusan politik yang tersebar di seluruh Indonesia.

Ibarat jamur di musim hujan, partai ini bisa tumbuh cepat kalau dikelola serius, ujarnya.

Ia menyadari tantangan akan besar, tetapi keyakinannya lebih besar lagi.

Dedik menyebut, selama wartawan tetap bekerja sesuai UU Pers, tak ada yang perlu dikhawatirkan soal netralitas.

Netral dalam Berita, Tidak dalam Hak

Dedik menekankan, netralitas pemberitaan tidak berarti netral dalam perjuangan hak.

Menurutnya, menjadi wartawan yang berpihak pada kepentingan profesi bukanlah bentuk keberpihakan yang menyalahi etika.

Berpolitik itu bagian dari hak asasi. Kita tidak bicara soal memberitakan partai sendiri. Kita bicara soal memperjuangkan profesi yang selama ini tak punya panggung, tegasnya.

Gagasan ini tentu memantik perdebatan: antara idealisme jurnalisme dan realitas politik.

Baca Juga:  Ricuh Warnai Eksekusi Showroom Mazda di Makassar, 900 Polisi Dikerahkan Redam Bentrok

Namun Dedik tetap berdiri di posisinya—bahwa mungkin sudah saatnya insan pers tidak hanya mencatat sejarah dari pinggir, tetapi turut menulis arah sejarahnya sendiri.

Kita ini punya pena. Tapi apa gunanya pena kalau tidak bisa menulis tentang kita sendiri? pungkasnya.

(*/red)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *