MEDIAPESAN – Kuasa hukum dari seorang warga bernama Saliah kembali menuntut pertanggungjawaban hukum atas dugaan penyimpangan prosedur dan pelanggaran etika yang diduga dilakukan oleh seorang oknum petugas di Lapas Kelas I Makassar.
Tuntutan ini muncul setelah somasi yang dikirim pada 28 April 2025 tak kunjung mendapatkan tanggapan dari pihak Lapas maupun Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkumham) Sulawesi Selatan.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Senin, 5 Mei, pengacara Wawan Nur Rewa, S.H., menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan somasi kedua secara terbuka dan memberi tenggat waktu selama tiga hari kepada pihak-pihak terkait untuk menyampaikan klarifikasi tertulis atau bersedia hadir dalam forum mediasi terbuka.
Kami sudah memberikan waktu satu minggu penuh setelah somasi pertama. Namun hingga saat ini, tidak ada itikad baik atau komunikasi apapun dari pihak Lapas maupun Kanwil. Ini menunjukkan lemahnya keseriusan dalam menanggapi laporan masyarakat, ujar Wawan.
Kasus ini berpusat pada dugaan penyalahgunaan wewenang oleh seorang pegawai Lapas berinisial RMS.
Meskipun rincian pelanggaran belum diungkapkan sepenuhnya, Wawan menegaskan bahwa timnya telah mengantongi bukti yang telah diverifikasi secara internal, termasuk dokumen dan kesaksian yang menunjukkan kerugian material dan tekanan psikologis yang dialami kliennya.
Ini bukan sekadar perkara pribadi, katanya. Pertanyaannya lebih besar: bagaimana institusi negara merespons ketika ada dugaan pelanggaran oleh aparatnya? Transparansi dan akuntabilitas seharusnya menjadi standar dasar.
Wawan juga menyerukan dibentuknya forum mediasi terbuka yang difasilitasi oleh Lapas dan Kanwil Kemenkumham, yang ia nilai sebagai langkah konstruktif untuk menyelesaikan masalah secara adil dan bermartabat.
Ia menegaskan bahwa tuntutan bukan semata-mata soal ganti rugi, melainkan juga untuk menegakkan hak-hak warga negara terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Lapas dan Kanwil belum memberikan pernyataan resmi maupun tanggapan atas permintaan konfirmasi dari media.
Keheningan ini memicu perhatian luas dari publik, termasuk dari organisasi bantuan hukum yang menyerukan agar kasus ini ditangani dengan serius.
Jika kasus ini berlanjut ke ranah hukum, para pengamat menilai hal itu berpotensi mengungkap persoalan yang lebih luas terkait pengawasan internal dan tata kelola lembaga pemasyarakatan di Indonesia.
Respons dari pihak terkait dipandang sebagai tolak ukur komitmen institusi terhadap prinsip transparansi dan tanggung jawab publik.