Mediapesan | Jakarta – Persidangan perkara nomor 212/G/2025/PTUN.JKT kembali mengguncang publik hukum Indonesia.
Dalam sidang yang digelar pada 7 Oktober 2025, kesaksian di bawah sumpah dari Dr. Rudi Rusdiah, BE., MA., menjadi titik balik yang membuka tabir panjang dugaan rekayasa hukum dalam sengketa kepengurusan Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO).
Keterangan saksi ini membongkar upaya sistematis sekelompok pihak yang disebut melakukan manipulasi fakta dan dokumen hukum demi melegitimasi kepengurusan yang tidak sah.
Dr. Rudi mengaku secara terbuka bahwa Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) APKOMINDO 2015 — yang menjadi dasar gugatan kelompok Rudy Dermawan Muliadi dan Faaz Ismail — sejatinya tidak sah secara hukum organisasi.
“Sepengetahuan saya, tidak ada DPD yang hadir waktu itu. Munaslub hanya dihadiri kurang dari 20 orang,” ujar Dr. Rudi di ruang sidang.
Padahal, kehadiran perwakilan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) merupakan syarat mutlak agar Munaslub sah sesuai AD/ART APKOMINDO.
Pernyataan ini sekaligus menggugurkan klaim yang selama ini dijadikan dasar gugatan di sejumlah perkara perdata sejak 2018.
Sebuah Jejak Rekayasa Hukum
Nama Rudy Dermawan Muliadi dan kelompoknya bukan baru kali ini muncul dalam sengketa hukum organisasi.
Dalam catatan pengadilan, mereka telah memenangkan sembilan perkara — dari tingkat Pengadilan Negeri hingga Mahkamah Agung — di antaranya No. 633/Pdt.G/2018/PN Jkt.Sel hingga No. 542 PK/Pdt/2023.
- Iklan Google -
Namun, fakta baru dari Dr. Rudi menunjukkan bahwa putusan-putusan tersebut dibangun di atas fondasi cacat hukum.
Ia menegaskan bahwa hasil Munaslub 2 Februari 2015 sebenarnya menetapkan dirinya sebagai Ketua Umum, bukan Rudy Dermawan.
“Keputusan waktu itu saya Ketua Umum, Rudy Dermawan Muliadi Sekjen, dan Suharto Juwono Bendahara. Bahkan masih ada jejak digital pemberitaannya,” kata Dr. Rudi.
Dokumen Bermasalah: Akta Notaris yang Tak Pernah Dihadiri
Kesaksian Rudi juga menyingkap dokumen bermasalah — Akta Notaris Nomor 55 tanggal 24 Juni 2015 yang dibuat oleh Notaris Anne Djoenardi.
Dalam persidangan, ia menyatakan tidak pernah menghadap notaris dan tidak pernah memberikan kuasa apa pun untuk pembuatan akta tersebut.
“Saya baru mengetahui akta itu lima tahun kemudian, dan keberatan karena tidak sesuai fakta,” ujarnya.
Temuan ini diperkuat oleh bukti percakapan dan surat kepada notaris yang membuktikan bahwa akta tersebut tidak sah dan berpotensi palsu.
Bahkan, ditemukan pula Akta No. 35 dari notaris yang sama — ironisnya, akta tersebut dibuat untuk perseroan (PT), bukan organisasi asosiasi.
Sorotan Etika dan Integritas Sistem Hukum
Kesaksian Rudi Rusdiah menjadi “kotak Pandora” yang menyingkap persoalan etika dan integritas dalam sistem hukum kita.
Bagaimana mungkin putusan pengadilan yang bersumber dari dokumen bermasalah bisa lolos dari proses verifikasi berlapis hingga ke tingkat Mahkamah Agung?
Fenomena ini bukan hanya persoalan internal APKOMINDO.
Ia menjadi cermin ketidaktertiban hukum — di mana manipulasi dokumen dan formalitas prosedural bisa mengalahkan substansi kebenaran.
Apresiasi dan Seruan Pembenahan
Ketua Umum APKOMINDO yang sah, Ir. Soegiharto Santoso, SH (Hoky), memuji keberanian Rudi yang berani melawan arus.
“Meskipun dulu di pihak berseberangan, beliau kini menunjukkan integritas luar biasa dalam menegakkan kebenaran,” ujar Hoky.
Nada serupa datang dari Sekjen APKOMINDO Puguh Kuswanto yang menilai kesaksian tersebut sebagai teladan moral dalam organisasi dan hukum.
Sidang yang dipimpin oleh Majelis Hakim Ridwan Akhir, SH., MH. ini pun berlangsung tertib dan disaksikan oleh sejumlah pengurus APKOMINDO versi Hoky.
Ironisnya, tak satu pun dari pihak penggugat hadir memberikan dukungan.
Menanti Keputusan yang Menguji Marwah Hukum
Kini, semua mata tertuju pada Majelis Hakim PTUN Jakarta.
Fakta-fakta yang terungkap di persidangan menjadi ujian bagi integritas peradilan Indonesia — apakah keberanian saksi, bukti digital, dan kesadaran moral akan cukup kuat untuk mengoreksi putusan-putusan yang dibangun di atas rekayasa?
Jika gugatan Rudy Dermawan Muliadi dan Suwandi Sutikno ditolak, perkara ini bisa menjadi preseden penting dalam pemberantasan praktik rekayasa hukum di Indonesia.
Dan bagi publik, kesaksian Dr. Rudi Rusdiah menjadi pengingat: bahwa dalam dunia hukum yang kerap diselimuti kabut kepentingan, kejujuran satu orang bisa menjadi cahaya yang mencerahkan jalan keadilan.
Tautan rekaman persidangan: SoundCloud: Kesaksian Dr. Rudi Rusdiah – 7 Oktober 2025.
https://soundcloud.com/soegiharto-santoso/2025-10-07-suara-rekaman-saksi





