Makassar, 18 Juni (MEDIAPESAN) – Sebuah kasus dugaan penganiayaan terhadap seorang perempuan di Makassar belum menunjukkan perkembangan berarti, meskipun berkas perkara telah dinyatakan lengkap sejak Desember tahun lalu.
Penundaan ini memicu sorotan terhadap kinerja penegak hukum di tingkat kepolisian.
Kasus yang dilaporkan oleh Tanty Rudjito ke Polsek Tamalate pada 26 Januari 2024 dengan nomor laporan LP/B/46/I/2024, telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Kejaksaan Negeri Makassar pada 20 Desember 2024.
Namun hingga pertengahan Juni 2025, polisi belum menyerahkan tersangka dan barang bukti ke jaksa untuk proses tahap dua.
Kami sudah nyatakan berkas lengkap, tapi sampai sekarang belum ada pelimpahan tersangka dan barang bukti. Kami sudah menyurati penyidik agar segera ditindaklanjuti, kata Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Makassar, Andi Alamsyah.
Perkara kini berada pada status P21A — sebuah status yang menandakan bahwa penyidik belum melaksanakan kewajiban meski jaksa telah menyatakan berkas lengkap.
Para pengamat hukum menyebut ini sebagai bentuk kelalaian dalam prosedur.
Kalau sudah P21A, artinya tanggung jawab sepenuhnya ada di penyidik. Jaksa sudah selesai, tapi pelimpahan belum dilakukan, ujar pengamat hukum, Jupri.
Kasus ini mendapat perhatian luas setelah pemberitaan media daring.
Kapolsek Tamalate, Kompol Syarifuddin, membenarkan bahwa kasus telah P21, namun pelimpahan ditunda karena alasan kesehatan dari pihak tersangka.
Saya sudah perintahkan Kanit untuk segera menyelesaikan. Waktu itu memang ditunda karena tersangka sakit. Sekarang statusnya P21A, jelasnya melalui sambungan telepon pada Selasa malam lalu (17/6).
Ia juga menyebut adanya perpindahan penyidik yang menangani kasus ini ke Polrestabes Makassar sebagai faktor lain yang menghambat proses pelimpahan.
Namun korban, Tanty Rudjito, mempertanyakan alasan tersebut.
Tidak masuk akal kalau terus pakai alasan sakit. Bulan April lalu saya bertemu langsung dengan tersangka saat gelar perkara di Polda Sulsel. Kalau benar dia sakit, kenapa bisa hadir? ujarnya.
Ia mendesak pimpinan institusi kepolisian — dari Kapolri hingga Propam Polda Sulsel — untuk menindak bawahannya yang diduga lalai dalam penanganan perkara.
Saya minta pimpinan Polri turun tangan. Ini bukan hanya mandek di Polsek Tamalate, tapi juga di Polrestabes Makassar dan Propam. Negara tidak boleh membiarkan korban perempuan tanpa kepastian hukum, tegasnya.
Kasus yang dialami Rudjito menambah daftar panjang perkara kekerasan terhadap perempuan yang belum tuntas meski telah melalui prosedur hukum.
Ia berharap aparat penegak hukum memberi perhatian serius agar hak-haknya sebagai korban tidak terus diabaikan.