MEDIAPESAN – Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) Indonesia, Agus Andrianto, menyerukan kepada seluruh jajarannya untuk tetap teguh dan tidak gentar pasca-kerusuhan di Lapas Narkotika Muara Beliti, Musi Rawas, Sumatera Selatan, yang terjadi Kamis lalu (8/5).
Kerusuhan dipicu oleh penolakan warga binaan terhadap razia yang dilakukan aparat.
Dalam keterangannya di Jakarta pada Sabtu (10/5), Agus menegaskan bahwa razia merupakan langkah penting untuk mereformasi sistem pemasyarakatan yang lebih bermartabat, manusiawi, dan produktif.
Kerusuhan tersebut membuktikan bahwa langkah kami sudah menyentuh akar permasalahan, ujarnya.
Ia menekankan bahwa larangan terhadap penggunaan ponsel dan peredaran narkoba di dalam lapas adalah harga mati, dan siapa pun yang melanggar—baik narapidana maupun petugas—akan ditindak tegas sesuai hukum.
Selama enam bulan menjabat, Agus mengatakan dirinya telah berupaya membenahi sistem pemasyarakatan agar lapas kembali menjadi tempat pembinaan, bukan tempat merancang kejahatan.
Pemerintah, katanya, secara konsisten melakukan razia guna memutus peredaran narkoba, menyita perangkat komunikasi ilegal, dan menindak pungutan liar di dalam lapas.
Ini bukan tindakan simbolik, melainkan langkah nyata dan terukur yang menjadi prioritas sejak hari pertama saya menjabat, tegas Agus.
Kementerian mencatat pada Maret 2025 telah dilakukan razia dan tes urine serentak di berbagai lapas, dengan hasil temuan antara lain 1.115 ponsel, 2.291 barang elektronik, dan 2.880 senjata tajam.
Sebanyak 548 narapidana berisiko tinggi juga dipindahkan ke Lapas Nusakambangan karena terindikasi mengendalikan peredaran narkoba dan penipuan daring dari balik jeruji.
Dalam kurun waktu November 2024 hingga April 2025, sebanyak 82 petugas pemasyarakatan telah dijatuhi sanksi disiplin, termasuk pemecatan, nonaktif sementara, dan penahanan atas dugaan pelanggaran.
Untuk menekan komunikasi ilegal, Kementerian Imipas mulai menggunakan alat pendeteksi sinyal portabel dan meresmikan Warung Telekomunikasi Khusus Lapas (Wartelsuspas) sebagai jalur komunikasi yang sah antara warga binaan dan keluarga.
Program rehabilitasi juga digencarkan untuk mencegah residivisme, termasuk melalui penyaringan NAPZA terhadap 10.172 warga binaan, di mana 3.345 di antaranya memerlukan perawatan lanjutan.
Perubahan sedang berlangsung, dan tidak ada ruang untuk kompromi terhadap pelanggaran, ujar Agus.
Ia menambahkan, reformasi ini merupakan bagian dari komitmen untuk menciptakan lapas yang bersih, aman, dan bebas dari kejahatan, demi mewujudkan sistem pemasyarakatan modern dan transparan dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.