MEDIAPESAN – Wakil Presiden Republik Indonesia ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menegaskan peran sentral masyarakat Bugis-Makassar dalam sejarah awal pembentukan Singapura, dalam sebuah seminar internasional di National University of Singapore (NUS), Rabu (7/5/2025).
Berbicara dalam forum Shared Waters: The Maritime Heritage of Singapore and Sulawesi, JK menyebut bahwa komunitas Bugis-Makassar merupakan kelompok penduduk pertama yang menginjakkan kaki di wilayah yang kini dikenal sebagai Singapura modern.
Masyarakat yang pertama menginjakkan kaki di daratan Singapura adalah orang Bugis, sebelum berubah menjadi Singapura modern, ujar Kalla dalam sesi pembukaan seminar yang juga menandai peluncuran Bugis-Makassar Manuscripts Repository di NUS Libraries.
Mantan wakil presiden itu memaparkan narasi historis yang menghubungkan asal-usul Temasek—nama kuno Singapura—dengan istilah “Tumasek”, yang menurutnya berasal dari bahasa Bugis-Makassar yang berarti laut.
Tumasek atau Temasek itu dari Tomasek, yang dalam bahasa Bugis-Makassar berarti laut. Karena itu, mereka disebut Orang Laut, jelas JK, yang kini menjabat Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI).
Dalam refleksi historisnya, JK menggambarkan bagaimana masyarakat Bugis-Makassar mengarungi perairan dengan kapal tradisional phinisi ribuan tahun silam.
Saya membayangkan, 2.000 atau 3.000 tahun yang lalu, mereka menggunakan kapal kecil jenis phinisi datang ke sini, Singapura yang sebelumnya dikenal Temasek, ujarnya.
Meski berangkat dari kebanggaan akan jejak sejarah, JK menekankan pentingnya menjadikan warisan budaya tersebut sebagai dasar untuk kerja sama lintas negara di masa depan.
Ia pun mengajak Universitas Muslim Indonesia (UMI) dan NUS untuk menjalin kolaborasi riset dalam menggali lebih dalam warisan maritim Bugis-Makassar di Singapura dan Sulawesi.
Saya berharap ada kerja sama antara UMI dan NUS terkait riset keberadaan warisan maritim Singapura dan Sulawesi, pungkasnya.
Selain aspek historis, JK juga mengangkat nilai-nilai budaya masyarakat Bugis yang dianggap relevan dengan kepemimpinan kontemporer.
Empat karakter utama—macca (cerdas), warani (berani), magetteng (teguh), dan malempu’ (jujur)—menurutnya menjadi fondasi etos kepemimpinan yang berharga.
Empat karakter itu membuat kaya. Bukan karena uang, tapi karena ide dan inovasi, katanya, menyiratkan pentingnya nilai-nilai lokal dalam pembangunan global.
Acara ini menjadi bagian dari upaya memperkuat kembali hubungan budaya dan sejarah antara Indonesia dan Singapura melalui lensa maritim yang selama ini menjadi fondasi konektivitas kawasan.