Kabar di Layar Retak Itu Benar Membawa Arti? Harapan di Tengah Luka Panjang Pasca Genosida 

Reporter Burung Hantu
Warga Gaza menatap layar retak ponsel mereka, menanti kabar gencatan senjata di tengah puing dan ketidakpastian — harapan yang terus hidup di bawah bayang perang. (qnn/ho/mediapesan)

Gaza | MediapesanLayar ponsel yang retak di atas bongkahan batu reruntuhan bangunan menjadi saksi bisu ketegangan yang melanda Gaza.

Di balik suara reporter Al Jazeera yang bergetar, warga Palestina menatap lekat setiap detik siaran langsung: apakah perjanjian gencatan senjata kali ini benar-benar akan membawa jeda di antara kepungan dan reruntuhan?

Dua tahun sudah berlalu sejak genosida yang menewaskan puluhan ribu warga sipil di Jalur Gaza.

Namun, luka kolektif belum benar-benar kering.

- Iklan Google -
Mediapesan.com terdaftar di LPSE dan E-Katalog Klik gambar untuk melihat Katalog kami.

Kota yang pernah ramai kini berubah menjadi lanskap reruntuhan, sementara kehidupan sehari-hari bergantung pada kabar terbaru dari meja perundingan.

Di kamp pengungsian Khan Younis, beberapa keluarga berkumpul di sekitar ponsel, menonton berita dengan layar retak yang memantulkan wajah mereka sendiri — wajah yang menua lebih cepat karena perang dan kehilangan.

Kami hanya ingin satu hari tanpa suara drone, ujar seorang warga kepada jurnalis lokal.

Jasa Pembuatan Website Berita
Jasa Website Jogja

Perjanjian gencatan senjata yang dibicarakan kali ini disebut melibatkan tekanan besar dari pihak internasional, termasuk beberapa mediator Arab dan Eropa.

Namun bagi warga Gaza, setiap pengumuman “perdamaian sementara” telah terlalu sering berubah menjadi jeda pendek antara dua gelombang serangan.

Analis Timur Tengah menilai bahwa meski ada indikasi positif, tantangan terbesar justru pada implementasi dan kepercayaan antarpihak.

- Iklan Google -

Ketidakpastian itu terasa nyata di setiap rumah: listrik yang padam, sinyal internet yang putus-putus, dan siaran berita yang menjadi satu-satunya jendela menuju dunia luar.

Gencatan senjata bukan sekadar penghentian tembakan, kata seorang aktivis lokal kemanusiaan di Gaza.

Ini tentang mengembalikan hak paling dasar: hidup tanpa rasa takut, tegasnya.

Di Gaza, detik demi detik terus berjalan, setiap denyut waktu diiringi doa, bahwa kali ini — mungkin — kabar di layar retak itu benar-benar membawa arti: jeda untuk hidup, bukan sekadar menunggu perang berikutnya.

Baca Juga:  Danlapter Namlea Bantah Larangan Berkebun, Tegaskan Lahan TNI AU Masih Milik Negara
(qnn/red)

Bagikan Berita Ini
Tinggalkan Ulasan

Tinggalkan Ulasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *