mediapesan.com | Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Selatan, Agus Salim, bersama Deputi Direksi BPJS Kesehatan Wilayah IX, Dr. Yessi Kumalasari, MPH, AAAK, menandatangani Perjanjian Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU), Senin (15/7/2024).
Acara ini dilanjutkan dengan forum koordinasi pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan BPJS Kesehatan Tingkat Provinsi Sulawesi Selatan 2024.
Penandatanganan MoU ini dihadiri oleh berbagai pihak dari BPJS Kesehatan dan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan.
Dari pihak BPJS Kesehatan hadir Kepala Cabang BPJS Makassar, Muh. Aras S.Si APt AAK, Asisten Deputi Bidang KML, Muh. Yusrizal, Asisten Deputi Bidang Perencanaan, Fianti, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Prov. Sulsel, Ardiles Saggaf, S.STP., M.Si., serta Plh. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Prov. Sulsel, Dr. Ir. H. Muhammad Arafah, S.T., M.T.
Sementara itu, dari pihak Kejaksaan Tinggi Sulsel hadir Asisten Perdata dan TUN, Aswas, Asintel, KTU, Koordinator, Kasi, dan Jaksa Pengacara Negara pada bidang datun Kejaksaan Tinggi Sulsel.
Dalam sambutannya, Agus Salim menekankan bahwa penandatanganan perjanjian kerjasama ini adalah langkah strategis untuk memperkuat sinergi antara lembaga penegak hukum dengan BPJS Kesehatan dalam rangka meningkatkan perlindungan hukum dan melindungi hak-hak tenaga kerja di Sulawesi Selatan.
Kerjasama ini diharapkan dapat mengoptimalkan forum koordinasi dan dialog guna menggalang solidaritas dan sinergi lintas sektoral untuk memastikan kepatuhan pendaftaran dan pembayaran iuran pemberi kerja secara tepat jumlah dan tepat waktu, ujarnya.
Lebih lanjut, Agus Salim menekankan pentingnya peningkatan kepatuhan BPJS Kesehatan dalam melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Instruksi tersebut menekankan peningkatan koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan pihak lainnya dalam melaksanakan pengawasan dan pemeriksaan kepatuhan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Agus Salim juga mengingatkan pemberi kerja untuk taat dan patuh dalam menyelesaikan iuran BPJS Kesehatan. Sanksi administratif dan pidana menanti mereka yang melanggar.
Sanksi administratif diatur dalam Pasal 17 UU BPJS, yang meliputi teguran tertulis, denda, dan tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
Sedangkan sanksi pidana diatur dalam UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 55, yang menyatakan bahwa pemberi kerja yang melanggar ketentuan wajib memungut iuran dari pekerjanya dan menyetorkannya kepada BPJS bisa dipidana penjara hingga 8 tahun atau denda hingga Rp 1 miliar.
Di sisi lain, Dr. Yessi Kumalasari berkomitmen untuk segera menindaklanjuti perjanjian ini dengan mengeluarkan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Tinggi Sulsel.
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan kepatuhan pemberi kerja dalam program kepesertaan BPJS Kesehatan.
Agus Salim berharap hubungan antara Kejaksaan Tinggi Sulsel dan BPJS Kesehatan semakin erat dan harmonis.
Mari kita bersama-sama bekerja keras, berkomitmen, dan bersinergi untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, aman, dan sejahtera bagi seluruh tenaga kerja di wilayah Sulawesi Selatan, pungkasnya. ***
(sp/pl)