Kepulauan Selayar (mediapesan) – Kepala Desa Bonea, Kecamatan Pasimarannu, Kabupaten Kepulauan Selayar, Alwan Sihadji, menggugat status tersangkanya melalui praperadilan.
Didampingi Kantor Advokat Ratna Kahali & Partner, ia menilai Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar telah melakukan pelanggaran prosedural dalam penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan dana desa.
Permohonan praperadilan diajukan pada 17 Februari 2025 dengan alasan bahwa penetapan tersangka terhadap Alwan cacat hukum.
Kuasa hukumnya, Ratna Kahali, SH, menegaskan bahwa kejaksaan melanggar prosedur formil dan materil, termasuk tidak adanya pendampingan hukum yang sah saat pemeriksaan awal.
Selain itu, mereka juga menyoroti tidak adanya hasil audit resmi dari BPK, BPKP, atau Inspektorat yang menyatakan kerugian negara dalam kasus ini.
Penetapan tersangka ini bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku. Berdasarkan MoU antara Kejaksaan Agung dan Kementerian Dalam Negeri, dugaan penyimpangan dana desa seharusnya lebih dulu melalui mekanisme pembinaan, bukan langsung dibawa ke ranah pidana, ujar Ratna Kahali, Selasa (18/2/2025).
Alwan, yang telah ditahan sejak 6 Februari 2025, menilai bahwa keputusan kejaksaan menahannya merupakan tindakan sewenang-wenang dan melanggar hukum.
Melalui kuasa hukumnya, ia menolak pemeriksaan lebih lanjut hingga ada putusan resmi dari Pengadilan Negeri Kepulauan Selayar.
Kami menolak pemeriksaan lanjutan sampai ada putusan praperadilan. Kejaksaan harus tunduk pada proses hukum yang benar, tegas Muhammad Sirul Haq, SH, C.NSP, C.CL, salah satu kuasa hukum Alwan.
Sidang praperadilan dijadwalkan berlangsung pada Senin, 3 Maret 2025.
Pihak Alwan berharap hakim dapat bersikap objektif dan mempertimbangkan seluruh aspek hukum sebelum mengambil keputusan.
Sementara itu, Jaksa Madya Apreza Darul Putra, SH, MH, dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar, telah melayangkan surat panggilan pemeriksaan tersangka kepada Alwan untuk hadir pada Kamis, 20 Februari 2025.
Namun, pihak kuasa hukum Alwan bersikeras bahwa pemanggilan tersebut tidak sah sampai ada putusan praperadilan.
Perkembangan kasus ini akan menjadi sorotan publik, terutama dalam menilai transparansi dan keadilan hukum dalam penanganan perkara kepala desa yang tengah menjabat. ***