Namlea (mediapesan) – Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru, Walid Azis, dilaporkan oleh tim hukum pasangan calon MANDAT atas dugaan memberikan keterangan palsu terkait hasil rekapitulasi suara Pilkada serentak 2024.
Laporan ini diajukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Buru, Jumat (20/12/2024), dan diterima langsung oleh Plt Kasubag Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S), Abdul Rahman Mahulau.
Harkuna Litiloly, kuasa hukum pasangan MANDAT, menjelaskan bahwa laporan ini terkait insiden kelebihan surat suara tercoblos di TPS 21 Desa Namlea.
Dalam rapat pleno, Walid Azis disebut mengakui bahwa ia mencoblos satu surat suara, yang kemudian memengaruhi hasil rekapitulasi.
Jumlah suara tercoblos di TPS tersebut meningkat dari 366 menjadi 367 suara.
Menurut Harkuna, pengakuan Ketua KPU tersebut dianggap melanggar integritas dan berpotensi menjadi preseden buruk jika terjadi di TPS lain.
Kami akan terus mendesak agar kasus ini diusut tuntas. Lembaga negara seperti Bawaslu harus bekerja sesuai fungsinya, bukan untuk melindungi pelanggaran, tegasnya.
Dalam laporan itu, Harkuna juga menyinggung Pasal 178E Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Pasal tersebut mengatur ancaman pidana bagi siapa pun yang memberikan keterangan palsu, dengan hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun penjara, serta denda hingga Rp144 juta.
Jika pelaku adalah penyelenggara pemilu, hukumannya bertambah sepertiga dari ancaman maksimum, sehingga bisa mencapai 8 tahun penjara dan denda Rp192 juta.
Hingga saat ini, hasil pemeriksaan Bawaslu menyatakan bahwa Walid Azis tidak terbukti melakukan tindak pidana pemilu atau pelanggaran administrasi.
Namun, Litiloly mengklaim bahwa pernyataan Ketua KPU di pleno berbeda dengan fakta yang ditemukan.
Integritas Penyelenggara Dipertanyakan
Litiloly juga mempertanyakan kredibilitas Bawaslu dalam menangani kasus ini.
Kami ragu dengan integritas mereka, tapi kami percaya bahwa kebenaran akan terungkap, katanya.
Ia menegaskan bahwa kebohongan dalam proses pemilu adalah ancaman serius terhadap demokrasi.
Kasus ini menjadi sorotan karena menunjukkan potensi kerawanan dalam proses rekapitulasi suara.
Jika terbukti, kasus ini bisa menjadi pukulan besar bagi penyelenggara pemilu yang diamanahkan menjaga netralitas dan keadilan.
Bawaslu Kabupaten Buru diharapkan segera memberikan penjelasan lebih lanjut terkait perkembangan kasus ini untuk menjaga transparansi dan kepercayaan publik terhadap proses Pilkada. ***