Oleh: Rahmat Patingki, Ketua Umum Forum Kaum Pembela Rakyat Wilayah Provinsi Gorontalo
Provinsi Gorontalo hingga kini masih menduduki peringkat lima besar provinsi termiskin di Indonesia, dengan angka kemiskinan 2,44%.
Hal ini sangat kontras mengingat kekayaan alamnya yang melimpah, seperti tambang emas dan batu hitam.
Namun, alih-alih memberdayakan potensi tersebut untuk kesejahteraan masyarakat, Gorontalo justru dirundung masalah besar: transaksi ilegal yang terus menjamur akibat lemahnya penegakan hukum.
Ketimpangan Penegakan Hukum dan Transaksi Ilegal
Hukum di Gorontalo sering kali dianggap tidak berlaku adil.
Prinsip equality before the law, yang seharusnya menjamin kesetaraan di hadapan hukum, tampak hanya menjadi slogan kosong.
Banyak temuan di lapangan menunjukkan adanya oknum aparat penegak hukum (APH) yang justru melindungi kegiatan ilegal.
Contohnya, di Kabupaten Pohuwato, aktivitas tambang emas ilegal diduga mendapat “lampu hijau” dari oknum polisi, termasuk ajudan Kapolda Gorontalo, Iptu Cristianto, yang disebut turut mengelola lokasi tambang ilegal di Patilanggio.
Seorang mantan penambang, Kasim, mengungkapkan bahwa ada kewajiban bagi penambang untuk membayar kontribusi hingga Rp35 juta per alat berat kepada pengelola lokasi tambang, yang diduga terkait dengan pihak kepolisian.
Bahkan hasil emas pun harus dijual kepada pihak tertentu yang telah ditunjuk.
Jika tidak membayar, alat berat kami akan disita, ujar Kasim, yang merasa diperas dalam situasi ini.
Keterlibatan Oknum TNI dalam Ekspor Batu Hitam Ilegal
Selain tambang emas, aktivitas ilegal juga merambah ke tambang batu hitam di Kabupaten Bone Bolango.
Proses pengiriman batu hitam ilegal melalui kontainer sering kali melibatkan oknum TNI sebagai beking.
Salah satu temuan, yang dilaporkan pada 25 November 2024, menyebutkan dua kontainer bernomor TAKU 236907-7 dan TAKU 243262-6 berhasil dikirim dari Pelabuhan Gorontalo menuju Jakarta menggunakan KM Tanto Jaya.
Meski aktivitas ini sempat dilaporkan, hingga kini belum ada tindakan tegas dari aparat.
Bahkan, ketika Forum Kaum Pembela Rakyat mendatangi langsung Pelabuhan Anggrek, kontainer dengan nomor TAKU 243262-6 masih ditemukan di sana.
Ini menunjukkan lemahnya pengawasan serta dugaan adanya pembiaran oleh pihak berwenang.
Desakan untuk Kapolda Gorontalo
Melihat situasi ini, Forum Kaum Pembela Rakyat menuntut Kapolda Gorontalo untuk mundur dari jabatannya.
Sebagai pemimpin, Kapolda dianggap gagal menegakkan hukum dan memberantas praktik ilegal di wilayahnya.
Sebelumnya, laporan keterlibatan ajudan Kapolda dalam tambang ilegal juga menjadi sorotan publik, tetapi hingga kini belum ada tindakan signifikan yang diambil.
Panggilan untuk Keadilan
Kami juga meminta kepada Kapolri untuk mencopot Kapolda Gorontalo karena ketidakmampuan dalam mengatasi permasalahan ini.
Rakyat Gorontalo pantas mendapatkan keadilan, bukan dibiarkan terjebak dalam lingkaran kemiskinan akibat praktik ilegal yang dilindungi oleh pihak yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat.
Penegakan hukum yang adil dan tegas adalah kunci untuk membawa Gorontalo keluar dari stigma kemiskinan dan mengoptimalkan kekayaan alam untuk kesejahteraan rakyatnya.
Sudah saatnya hukum benar-benar ditegakkan, bukan hanya untuk rakyat kecil, tetapi juga untuk mereka yang berada di posisi kekuasaan. ***