mediapesan.com | Pengadilan Negeri (PN) Maros kembali menggelar sidang lanjutan kasus kematian Virendy Marjefy Wehantouw pada Selasa (21/05/2024).
Dalam sidang tersebut, saksi ahli pidana dari Universitas Indonesia (UI), yang diharapkan memberikan keterangan, berhalangan hadir karena mengikuti kegiatan penting di Bandung.
Jaksa Sofianto Dhio M, SH dan Ade Hartanto, SH menyampaikan kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua PN Maros Khairul, SH, MH bahwa saksi ahli tersebut tidak dapat datang ke Makassar.
Saksi ahli pidana yang hendak kami hadirkan hari ini berhalangan datang karena sedang berada di Bandung mengikuti kegiatan penting yang tidak bisa ditinggalkannya, ujar jaksa.
Jaksa meminta majelis hakim untuk memberikan waktu satu minggu lagi guna mendatangkan saksi ahli pada persidangan berikutnya.
Selain itu, jaksa mengajukan alternatif sidang secara virtual jika saksi ahli tetap tidak dapat hadir, menggunakan aplikasi zoom meeting atau konferensi jarak jauh.
Majelis hakim setuju memberikan waktu tambahan satu minggu. Namun, Ketua PN Maros menegaskan bahwa jika sidang virtual dilaksanakan, saksi harus berada di kantor aparat penegak hukum (APH) seperti Kepolisian, Kejaksaan, atau Pengadilan saat memberikan keterangan.
Saya tidak mau saksi ahli memberikan keterangan dari tempat yang tidak formal seperti hotel atau mobil. Itu tidak menghormati majelis hakim dan lembaga pengadilan. Saksi harus berada di gedung atau kantor APH, tegas Khairul.
Hakim memerintahkan jaksa untuk segera mengajukan surat permohonan resmi ke PN Maros agar sidang virtual dapat dibuatkan penetapannya.

Khairul juga mempertanyakan mengenai restitusi yang diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) RI untuk keluarga almarhum Virendy.
Restitusi yang diajukan LPSK RI ini harus saudara jaksa serahkan kepada majelis hakim di persidangan sebelum pemeriksaan terdakwa, tandasnya sebelum menunda sidang hingga Rabu, 29 Mei 2024.
Kasus ini menunjukkan pentingnya fleksibilitas dalam sistem peradilan modern, terutama dengan memanfaatkan teknologi seperti sidang virtual.
Dalam situasi di mana saksi ahli tidak dapat hadir secara fisik, penggunaan teknologi dapat memastikan proses hukum tetap berjalan efisien tanpa mengorbankan keadilan.
Namun, untuk menjaga integritas proses, hakim menegaskan pentingnya saksi memberikan keterangan dari lokasi yang resmi dan terkontrol, seperti kantor APH.
Ini menunjukkan bahwa walaupun teknologi memudahkan proses, protokol dan formalitas tetap diperlukan untuk menjaga keabsahan dan kredibilitas persidangan.
Untuk masyarakat dan penegak hukum, ini adalah pelajaran bahwa adaptasi dan inovasi teknologi dalam sistem peradilan bisa menjadi solusi efektif, tetapi harus diimbangi dengan penegakan standar profesional yang ketat.
Hal ini demi menjaga keadilan dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. ***