(mediapesan) – Dalam sebuah wawancara yang sempat ditayangkan langsung pada 3 Januari 2025, Al Jazeera, kantor berita terkemuka asal Qatar, menjadi sorotan setelah berusaha menghapus jejak digital wawancara kontroversial dengan Mark Kimmitt, mantan Asisten Menteri Luar Negeri AS.
Pernyataan Kimmitt yang tidak terduga berhasil memicu diskusi panas di dunia internasional, terutama terkait hubungan kompleks antara Amerika Serikat, Israel, dan Qatar.
Saat ditanya oleh jurnalis senior Al Jazeera mengenai peran AS dalam mendukung serangan Israel terhadap warga sipil Palestina melalui suplai senjata, Kimmitt membalikkan tuduhan dengan menyebut keterlibatan Qatar dalam konflik Timur Tengah.
Ia menegaskan bahwa Qatar, melalui pangkalan militer Al-Udeid yang merupakan markas besar operasi AS di kawasan tersebut, memiliki andil besar dalam mendukung aksi militer Amerika.
Qatar sebenarnya adalah negara yang paling besar memfasilitasi pangkalan militer Al-Udeid untuk AS dan persenjataannya di Timur Tengah, ujar Kimmitt.
Ia bahkan menambahkan bahwa Qatar terlibat dalam operasi militer di Afganistan, Irak, dan Palestina, seraya menantang kredibilitas Al Jazeera yang dinilainya mengetahui fakta tersebut.

Wawancara ini memicu pertanyaan besar tentang peran Qatar yang selama ini dikenal mendukung perjuangan Palestina melalui diplomasi dan bantuan kemanusiaan.
Pernyataan Kimmitt membuka kemungkinan adanya kontradiksi besar dalam kebijakan luar negeri Qatar, yang di satu sisi menjadi tuan rumah pangkalan militer AS, namun di sisi lain mengkritik kebijakan Washington dan Tel Aviv.
Langkah Al Jazeera yang mencoba menghapus rekaman tersebut juga memancing kritik dari berbagai pihak.
Beberapa pengamat menilai upaya ini sebagai bentuk “pembersihan digital” yang mencederai prinsip transparansi media.
Di media sosial, warganet mempertanyakan apakah sikap Qatar dan Al Jazeera benar-benar netral atau sekadar strategi politik demi menjaga hubungan diplomatik dengan AS.
Kasus ini mencerminkan kompleksitas politik di kawasan Timur Tengah, di mana kepentingan strategis dan diplomasi sering kali berjalan di atas kompromi moral yang abu-abu.
Bagi publik, pernyataan Kimmitt telah membuka diskusi penting: sejauh mana negara-negara seperti Qatar memainkan peran ganda dalam konflik yang mereka kecam di depan layar. ***