Enrekang (mediapesan) – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Enrekang menjadi sorotan, (16/12/2024).
Pemotongan sebesar 10 persen pada Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) dilaporkan telah berlangsung sejak tahun 2021 hingga 2024.
Meski terjadi pergantian Kepala Dinas, praktik ini tetap berlanjut.
Kepala Dinas Kesehatan Enrekang, Nurjanah Mandeha, mengakui secara terbuka bahwa pemotongan tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan teknis yang tidak dianggarkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Saya sendiri sebagai pengguna anggaran juga dipotong SPPD saya. Padahal, jika dipikir, saya tidak seharusnya dipotong. Pemotongan ini untuk biaya kegiatan yang tidak ada dalam anggaran, ujar Nurjanah, yang juga merupakan mantan auditor Inspektorat Daerah Kabupaten Enrekang.
Dengan polosnya, mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) ini mengakui bahwa praktik tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Bendahara dan PPTK Ikut Bersaksi
Sajarah, Bendahara Pengeluaran Dinas Kesehatan Enrekang tahun 2024, membenarkan adanya pemotongan 10 persen tersebut.
Pemotongan ini untuk kegiatan yang tidak dibiayai oleh daerah. Tugas saya adalah memotong sebelum anggaran diserahkan kepada masing-masing PPTK, ungkapnya.
Namun, salah satu PPTK yang bertugas sejak 2021 hingga 2024, berinisial HS, mengaku tidak tahu-menahu tentang tujuan pemotongan tersebut.
Saya dipaksa jadi PPTK, mungkin karena dianggap tidak banyak protes. Padahal, saya tidak mau. Yang saya terima sudah dipotong, dan itu terasa sangat berat bagi kami, jelas HS.
Pemotongan yang Berat Bagi ASN dan Honorer
Praktik ini dirasa memberatkan ASN dan tenaga honorer, termasuk pegawai di puskesmas.
Bahkan, pemotongan dilakukan hingga ke anggaran penginapan seperti biaya hotel, tanpa ada transparansi dari pihak kepala dinas.
Seorang Kepala Bidang di Dinkes menyebutkan, “Tidak ada penjelasan rinci soal apa saja yang dibiayai dari hasil pemotongan ini. Praktik ini sudah berlangsung bertahun-tahun tanpa kejelasan.”
Berakhir Setelah Terendus Media
Praktik pemotongan ini baru dihentikan oleh Nurjanah pada pertengahan Desember 2024, setelah media mulai menginvestigasi kasus ini.
Selama ini saya merasa apa yang dilakukan benar. Tapi setelah saya sadar melanggar hukum, saya langsung menghentikan, katanya.
Nurjanah mengaku trauma dengan kasus sebelumnya pada tahun 2020, di mana kerugian negara lebih dari Rp.1 miliar harus dikembalikan.
Kami tidak ingin masalah serupa terulang lagi, pungkasnya.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik dan diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh pihak berwenang untuk memastikan keadilan dan transparansi di Dinas Kesehatan Kabupaten Enrekang. ***