Banda Aceh (mediapesan) – Sejumlah isu tengah berkembang terkait dinamika di Badan Pengelolaan Migas Aceh (BPMA) pasca-beredarnya surat pengunduran diri Afrul Wahyuni sebagai Deputi Keuangan dan Monetisasi BPMA yang ternyata hoaks, (28/2/2025).
Kini, muncul pula perbincangan mengenai pertemuan sejumlah tokoh dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia.
Sebuah foto yang beredar menunjukkan Menteri Bahlil tengah duduk santai bersama empat pria dalam sebuah ruangan.
Salah satu yang hadir adalah Muhammad Makmun, Deputi Dukungan Bisnis BPMA yang baru saja dilantik, serta Fakhruddin, mantan Ketua Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) periode 1999–2001.
Foto tersebut menimbulkan spekulasi bahwa pertemuan tersebut berkaitan dengan lobi-lobi jabatan di BPMA.
Isu yang berkembang menyebutkan bahwa Menteri Bahlil meminta manajemen BPMA untuk mengangkat Fakhruddin sebagai salah satu anggota Komisi Pengawas BPMA sebagai bagian dari kesepakatan pengangkatan Nasri sebagai Kepala BPMA periode 2025–2030.
Proses Pengangkatan Nasri dan Dugaan Pelanggaran Prosedur
Nasri sebelumnya menjabat sebagai Kepala Divisi Keuangan dan Internal BPMA.
Ia terpilih setelah namanya diajukan oleh Penjabat (Pj) Gubernur Aceh, Safrizal, bersama dua calon lainnya, Nizar Saputra dan Muhammad Najib.
Namun, pengangkatannya menuai kritik karena diduga tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Migas di Aceh—yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)—pengajuan nama Kepala BPMA seharusnya dilakukan oleh Gubernur Aceh, bukan oleh seorang Pj Gubernur.
Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai legalitas Surat Keputusan (SK) pengangkatan Nasri, mengingat proses tersebut tidak melalui bagian hukum dan Inspektorat Jenderal (Irjen) ESDM.
Dinamika Politik di Balik BPMA
Selain permasalahan prosedural, isu yang berkembang juga mengarah pada persaingan politik di tubuh BPMA.
Nasri disebut-sebut sebagai sosok yang dekat dengan Menteri Bahlil, yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Sementara itu, Kepala BPMA sebelumnya, Teuku Mohamad Faisal, dikaitkan dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Abu Rizal Bakrie.
Banyak pihak menilai bahwa perubahan kepemimpinan di BPMA bukan hanya sekadar pergantian jabatan, tetapi juga bagian dari pertarungan kepentingan di antara kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh besar dalam pengelolaan migas Aceh.
Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyebut bahwa ada keterlibatan kuat dari jaringan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dalam dinamika ini.
Hingga saat ini, baik Menteri Bahlil, Fakhruddin, maupun Muhammad Makmun belum memberikan pernyataan resmi terkait spekulasi yang berkembang.
Isu mengenai lobi jabatan dan dugaan pelanggaran prosedur dalam pengangkatan Kepala BPMA masih menjadi perhatian berbagai pihak.
Sebagai lembaga yang mengelola sumber daya energi strategis Aceh, transparansi dan kepatuhan terhadap aturan menjadi hal yang penting agar BPMA dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan bebas dari kepentingan politik tertentu. ***