MEDIAPESAN – Seorang dosen dan juga pengurus asosiasi pengusaha teknologi informasi nasional mengimbau para pengemudi ojek online (ojol) agar membatalkan rencana aksi demonstrasi yang dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 20 Mei.
Ia menilai aksi tersebut berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi dan gangguan sosial yang luas.
Imam Rozikin, dosen kebijakan publik dan pengurus pusat Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (APTIKNAS), mengatakan pada Minggu (18 Mei) bahwa aksi turun ke jalan di hari kerja dapat merugikan para pengemudi itu sendiri, sekaligus mengganggu kepentingan publik.
Setiap hari kerja sangat berarti di masa pasca pandemi dan tekanan ekonomi global, ujar Rozikin dalam konferensi pers di Jakarta. Tanggal 20 Mei jatuh pada hari Selasa, saat permintaan terhadap layanan transportasi daring biasanya meningkat. Ini justru bisa menjadi momentum untuk meningkatkan pendapatan.
Risiko dan Konsekuensi
Rozikin mengingatkan bahwa keterlibatan dalam aksi massa berisiko menyebabkan kehilangan penghasilan harian, kerusakan kendaraan, hingga sanksi dari perusahaan aplikasi.
Lebih dari itu, lanjutnya, ikut serta dalam demonstrasi—terutama jika berujung anarkis—dapat meninggalkan jejak digital negatif yang dapat mempengaruhi status kemitraan pengemudi di masa depan.
Ia juga menekankan pentingnya pola pikir strategis bagi para pengemudi sebagai pekerja mandiri dalam sistem platform berbasis algoritma.
Kinerja harian sangat menentukan. Jika absen bekerja, bisa kehilangan bonus, insentif, bahkan terkena suspensi akun. Ini kerugian konkret dalam jangka pendek, jelasnya.
Kekhawatiran Politisasi
Rozikin turut menyoroti potensi politisasi gerakan, di mana aksi massa sering dimanfaatkan oleh kelompok elit tertentu demi kepentingan citra.
Banyak isu yang sengaja diangkat untuk menggiring opini publik atau menaikkan elektabilitas, tegasnya. Namun saat terjadi kericuhan, para elit itu tidak hadir—yang jadi korban justru para pengemudi sendiri.
Ia pun mengajak para pengemudi untuk lebih cermat dalam memahami arah dan motif di balik gerakan massa.
Gangguan bagi Publik
Menurut Rozikin, dampak demonstrasi tidak hanya dirasakan pengemudi, tetapi juga masyarakat umum.
Ia mengingatkan bahwa kemacetan parah, terganggunya akses layanan darurat, dan lumpuhnya simpul transportasi bisa terjadi, terutama di kota besar seperti Jakarta.
Satu titik aksi di Jakarta bisa melumpuhkan lima simpul mobilitas. Warga juga punya hak untuk tidak terganggu. Bila semua pihak menggunakan pendekatan jalanan, maka yang terjadi bukan lagi kebebasan berpendapat, tapi kompetisi mengganggu publik katanya.
Solusi Alternatif
Sebagai jalan tengah, Rozikin mengusulkan agar perusahaan aplikasi memberikan bonus dan skema perlindungan pendapatan khusus pada 20 Mei, sebagai insentif bagi pengemudi untuk tetap beroperasi.
Ia juga mendorong pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk membuka ruang konsultasi publik secara berkala, bukan hanya saat terjadi krisis.
Jika kita ingin membangun keadilan digital dan ekosistem kerja yang sehat, maka cara menyampaikan aspirasi juga harus berkembang. Demonstrasi bukan satu-satunya alat demokrasi. Justru dengan memperkuat ruang dialog, posisi tawar pengemudi akan lebih kuat, pungkasnya. ***