MEDIAPESAN, Medan – Saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak termohon dalam sidang praperadilan kasus penetapan tersangka Rahmadi, warga Tanjungbalai, menuai kritik dari kuasa hukum pemohon.
Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Medan, Jumat (23/5), tim kuasa hukum menilai jawaban saksi ahli tidak cukup menjawab secara spesifik pertanyaan-pertanyaan kunci terkait prosedur hukum yang dipersoalkan.
Ketika kami menanyakan soal legalitas penggeledahan, misalnya, apakah perlu dihadiri aparat desa atau dilakukan di lokasi langsung, ahli hanya menjawab secara normatif, tanpa menyentuh inti pertanyaan, kata pengacara Rahmadi, Suhandri Umar Tarigan, kepada wartawan.
Jawaban Teoritis, Bukan Praktis
Pernyataan ini juga merujuk pada respons ahli saat ditanya mengenai dugaan kekerasan oleh aparat untuk memaksa pengakuan dari tersangka.
Menurut Suhandri, alih-alih memberi pandangan hukum konkret terhadap praktik semacam itu, ahli justru memberikan penjabaran teori yang tidak relevan dengan konteks kasus.
Kritik juga diarahkan kepada proses administratif penetapan tersangka.
Dalam pemaparan di persidangan, terungkap bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) tertanggal 3 Maret 2025 telah lebih dahulu mencantumkan Rahmadi sebagai tersangka, sebelum proses gelar perkara dilakukan pada 6 Maret 2025.
Ini sangat janggal. Sesuai pendapat ahli pidana Prof. Jamin Ginting, penetapan tersangka tanpa dua alat bukti yang sah—apalagi dilakukan dua kali—dapat dinyatakan batal demi hukum, tegas Suhandri.
Perbedaan SPDP Disorot, Laporan ke Propam Menyusul
Situasi kian pelik ketika tim kuasa hukum menemukan perbedaan mencolok antara dokumen SPDP yang digunakan dalam praperadilan pertama dan kedua.
Dalam sidang praperadilan pertama, nama Rahmadi dicantumkan sebagai tersangka.
Namun dalam dokumen terbaru yang diajukan pihak termohon, status tersebut dihilangkan.
Kami akan melaporkan ini ke Propam Polda Sumut karena kami menilai adanya dugaan pemalsuan dokumen. Status tersangka yang hilang dalam SPDP kedua sangat mencurigakan, kata Suhandri.
Aparat Desa Tak Dilibatkan, Tak Ada Pengrusakan
Sementara itu, Ridwan, Kepala Lingkungan III Kelurahan Beting Kuala Kapias, Kecamatan Teluk Nibung, Kota Tanjungbalai, menyatakan bahwa tidak ada perwakilan aparat desa yang dilibatkan dalam penggeledahan mobil yang dilakukan oleh penyidik.
Ia juga membantah klaim bahwa masyarakat melakukan pengrusakan terhadap kendaraan kepolisian.
Kami tidak dilibatkan dalam penggeledahan, dan tidak ada pengrusakan oleh warga terhadap mobil polisi, ujar Ridwan.

Latar Belakang Kasus
Rahmadi, warga Kota Tanjungbalai, menggugat Polda Sumatera Utara melalui praperadilan di Pengadilan Negeri Medan dengan nomor perkara 18/Pid.Pra/2025/PN Mdn.
Ia mempertanyakan keabsahan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam dugaan kepemilikan sabu oleh Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.
Kasus ini juga menyeret nama perwira polisi. Abang kandung Rahmadi, Zainul Amri, sebelumnya telah melaporkan seorang perwira bernama Kompol DK ke SPKT Polda Sumut atas dugaan penganiayaan.
Laporan tersebut telah diterima dan teregister dalam STTLP Nomor: STTLP/B/528/IV/2025/SPKT Polda Sumatera Utara.