MEDIAPESAN, Kolaka – Dalam upaya memperkuat koordinasi lintas sektor untuk memberantas tindak pidana perdagangan orang (TPPO), Kepolisian Negara Republik Indonesia menggelar Rapat Koordinasi Nasional pada Rabu (4/6).
Rapat tersebut diikuti secara hybrid oleh jajaran kepolisian dari pusat hingga daerah serta kementerian terkait.
Pertemuan ini berlangsung di Aula Kemitraan Polres Kolaka dan dipimpin langsung oleh Wakil Asisten Operasi Kapolri, Irjen Pol Dr. Endi Sutendi.
Hadir pula mewakili Pemerintah Daerah Kolaka, Asisten II Bupati Kolaka Ir. H. A. Abbas, M.Si, bersama sejumlah pejabat Polres Kolaka seperti IPDA Nurman (Kaurbiops Satreskrim) dan AKP Ridwan (Kasat Binmas).
Rakor yang dimulai pukul 10.15 WITA ini mencakup dua materi utama. Brigjen Pol Drs. Eko membuka sesi dengan pemaparan mengenai regulasi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO.
Dilanjutkan dengan pemaparan dari Asisten Deputi KemenPPPA yang menekankan pentingnya pendekatan berbasis korban dan strategi perlindungan khusus bagi perempuan dan anak.
Sesi tanya jawab interaktif menutup kegiatan, menggarisbawahi urgensi kolaborasi yang lebih erat antarinstansi dalam menanggulangi perdagangan orang secara sistematis.
Komitmen Polri dan Strategi Lanjutan
Dalam sambutannya, Irjen Pol Sutendi menegaskan komitmen Polri untuk memberantas TPPO melalui sinergi lintas sektor dan penguatan sistem di tingkat lokal.
Beberapa langkah strategis yang akan dilaksanakan antara lain:
- Penguatan Satgas TPPO di level Polda dan Polres
- Pelatihan penyidik dengan pendekatan berbasis korban
- Pengembangan sistem deteksi dini
- Peningkatan kerja sama internasional, termasuk dengan Interpol dan Atpol
Struktur Nasional untuk Isu Kompleks
Rapat ini juga melibatkan satuan kerja Bareskrim Mabes Polri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan KemenPPPA.
Secara daring, perwakilan dari seluruh Polda dan Polres/Polresta di Indonesia turut mengikuti jalannya kegiatan.
Untuk memperkuat tata kelola, Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO kini dibagi menjadi enam Subsatgas, yaitu:
1. Pencegahan
2. Rehabilitasi Medis
3. Rehabilitasi Sosial, Pemulangan, dan Reintegrasi
4. Pengembangan Norma Hukum
5. Penegakan Hukum
6. Kerja Sama dan Koordinasi
Model ini diharapkan mampu mendorong pendekatan yang lebih inklusif dan responsif dalam melindungi masyarakat dari perdagangan manusia, yang kerap menyasar kelompok rentan seperti perempuan dan pekerja migran.
Dengan meningkatnya sorotan terhadap kasus TPPO di Indonesia, rapat ini menjadi simbol awal dari komitmen yang lebih serius dan berkelanjutan dalam memastikan perlindungan hak asasi manusia secara nasional. ***