MEDIAPESAN, Surabaya – Pemerintah Indonesia tengah menyusun strategi nasional guna mengoptimalkan potensi bonus demografi sebagai bagian dari visi pembangunan jangka panjang “Indonesia Emas 2045”.
Bonus demografi merujuk pada situasi ketika jumlah penduduk usia produktif melebihi jumlah penduduk usia nonproduktif.
Kondisi ini dipandang sebagai peluang langka untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial.
Namun, Sekretaris Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan BKKBN, Budi Setiyono, memperingatkan bahwa tanpa perencanaan matang, bonus demografi bisa berubah menjadi beban.
Kita harus memastikan penduduk usia produktif memiliki akses pendidikan, layanan kesehatan, dan keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar, ujar Budi dalam kegiatan di Surabaya, Rabu (11/6).
Peta jalan kependudukan
Pemerintah saat ini tengah menyusun Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK) untuk periode 2025–2029.
Peta jalan ini akan memuat 30 indikator strategis untuk memastikan bonus demografi dapat dimanfaatkan secara maksimal di berbagai daerah.
Sebagai bagian dari penyusunannya, pemerintah melakukan kunjungan ke empat provinsi – Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Bali – guna mengawasi pelaksanaan lokakarya di tingkat daerah.
Setiap daerah perlu memahami dinamika kependudukan, termasuk angka kelahiran dan migrasi, agar mampu merancang kebutuhan lapangan kerja, pendidikan, serta layanan dasar seperti puskesmas dan pengelolaan sampah secara akurat, jelas Budi.
Ia menekankan pentingnya integrasi data kependudukan yang presisi dan koordinasi antarlembaga dalam proses perencanaan.
Jika sebuah kota bertambah 30.000 penduduk per tahun, maka harus ada lapangan kerja dan layanan publik yang sebanding. Jika tidak, potensi konflik sosial bisa meningkat, tambahnya.
Risiko dan peluang
Budi juga menyatakan bahwa penduduk usia produktif bisa menjadi kekuatan pembangunan jika dikelola dengan baik.
Sebaliknya, mereka bisa menjadi beban jika dibiarkan tanpa akses ke pekerjaan atau pendidikan.
Kita tidak ingin bonus demografi menjadi bencana sosial. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan daerah perlu menciptakan iklim investasi dan kebijakan pembangunan yang berpihak pada peningkatan kualitas hidup, katanya.
Sementara itu, Kepala BKKBN Jawa Timur, Maria Ernawati, mengatakan bahwa hasil akhir dari PJPK akan diserahkan kepada kepala daerah sebagai panduan penyusunan kebijakan kependudukan.
Kami berharap PJPK 2025–2029 menjadi dasar kebijakan yang konkret dan operasional untuk menghadapi tantangan demografi ke depan, ujarnya.
Pemerintah berharap dengan strategi yang tepat, bonus demografi dapat menjadi fondasi menuju masyarakat yang lebih makmur dan berdaya saing di tahun 2045.