Teluk Persia, Iran (MEDIAPESAN) – Di tengah malam yang tampak tenang di Teluk Persia, titik-titik cahaya dari kapal kargo dan tanker minyak menyala terang, menandai jalur vital yang menyuplai sekitar 30 persen kebutuhan minyak global, Jumat (20/6/2025).
Namun, ketenangan itu menutupi ketegangan yang terus meningkat di wilayah strategis tersebut.
Selat Hormuz, jalur sempit antara Teluk Persia dan Laut Arab, menjadi penghubung utama bagi ekspor energi global—dengan sekitar 20 juta barel minyak melewati perairan ini setiap harinya.
Setiap kapal yang melintas membawa energi yang menjadi denyut nadi ekonomi modern.
Namun kini, kekhawatiran akan potensi penutupan Selat Hormuz oleh Iran memicu kegelisahan di pasar global dan ruang-ruang dewan perusahaan energi dunia.
Kami memperingatkan tentang potensi dampak besar dari penutupan Selat Hormuz dan guncangan terhadap pasar minyak dunia, ujar CEO Shell kepada Bloomberg.
Gangguan terhadap sinyal navigasi di kawasan Teluk—yang dilaporkan semakin sering terjadi dalam beberapa bulan terakhir—telah memperburuk situasi dan memperbesar kekhawatiran industri energi global.

Minyak: Darah Perekonomian Dunia
Dalam ekonomi modern, peran minyak digambarkan oleh para analis layaknya darah dalam tubuh manusia.
Jika sirkulasinya terganggu—baik karena jumlahnya berkurang atau kualitas distribusinya melemah—maka dampaknya bukan hanya pada harga, tetapi juga pada stabilitas ekonomi, pertumbuhan industri, dan ketahanan energi nasional di berbagai negara.
Penutupan selat ini akan sangat mengganggu sistem logistik global. Bagi negara-negara konsumen besar seperti Tiongkok, India, Jepang, bahkan Eropa Barat—ini bisa memicu lonjakan harga dan tekanan politik di dalam negeri, kata seorang analis energi.
Risiko Global dan Ketegangan Regional
Iran sebelumnya telah berulang kali mengancam akan menutup Selat Hormuz sebagai respons terhadap tekanan sanksi dan ketegangan dengan negara-negara Barat.
Meskipun belum pernah terealisasi sepenuhnya, ancaman tersebut tetap menjadi kartu strategis dalam dinamika geopolitik kawasan.
Langkah semacam itu, jika terjadi, hampir pasti akan memicu reaksi militer dari kekuatan regional dan internasional.
Armada Angkatan Laut AS dan sekutunya telah lama menempatkan kapal-kapalnya di sekitar Teluk untuk memastikan jalur pelayaran tetap terbuka.
Namun pertanyaannya kini bukan hanya soal keamanan fisik kapal, melainkan tentang sinyal, satelit, dan kontrol elektronik atas jalur navigasi—semuanya bagian dari arena konflik modern.
Ketidakpastian Menekan Pasar
Pasar minyak telah menunjukkan sensitivitas tinggi terhadap isu ini.
Setiap pernyataan, ancaman, atau insiden kecil di Teluk Persia kerap diikuti lonjakan harga minyak mentah.
Para pelaku pasar menyadari bahwa ketergantungan dunia terhadap Selat Hormuz masih sangat besar, meskipun ada upaya diversifikasi jalur distribusi energi.
Dalam dunia yang semakin bergantung pada energi untuk menopang industrialisasi dan teknologi, risiko di satu titik jalur sempit dapat menjalar luas ke seluruh jaringan ekonomi global.