Kaltim (mediapesan.com) – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo bersama Wakil Ketua DPD RI sekaligus Komisaris Asa Karya Group Sultan Baktiar Najamudin, melakukan ground breaking pembangunan pabrik bahan peledak PT Asa Karya Multipratama.
Pabrik bahan peledak pertama yang dibangun oleh swasta di Indonesia, memanfaatkan lahan seluas 18 hektar, dengan nilai investasi mencapai 50 juta dollar AS, serta hasil produksi bahan peledaknya ditargetkan memiliki tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 70 persen.
“Pembangunan pabrik bahan peledak atas peran Pak Sultan Baktiar Najamudin ini telah memberikan nilai keekonomian yang besar bagi masyarakat Kalimantan Timur. Misalnya dari aspek penyerapan tenaga kerja serta pengembangan ekosistem perekonomian daerah lainnya. Sekaligus memberikan kontribusi makro sebagai penopang perekonomian nasional. Tidak kalah pentingnya, juga berkontribusi dalam menegakan kedaulatan perekonomian bangsa, karena kebutuhan bahan peledak untuk industri tambang hingga militer, semakin bisa dipenuhi olek usaha anak bangsa sendiri,” ujar Bamsoet dalam acara ground breaking pembangunan pabrik bahan peledak PT Asa Karya Multipratama, di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu lalu (7/10/23).
Turut hadir antara lain, Dubes Spanyol untuk RI H.E Fransisco Aguilera Aranda, Dubes Afrika Selatan untuk RI H.E Mpetjane Kgaogelo Lekgoro, Special Envoy Seychelles Nikko Barito, Ketua Kamar TUN MA Dr. Julius, Wakapolda Kalimantan Timur Brigjen Pol Mujiyono, Direktur Utama PT ASA Karya Multipratama Deden Kurdinawan Putra, serta Country Manager PT. AECI Denis.
Hadir pula para anggota DPD RI antara lain, Fahira Idris, Muslim Yatim, Fadil Rahmi, Abdul Kholik, Dharma Setiawan, Sum Indara, Ali Ridho, Pangen Bahasyim, Nanang Sulaiman, Mamberop, Yance Samonsbra, Herry Erfian dan Habib Zakaria.Ketua MPR RI menjelaskan, untuk merespon dinamika global yang meniscayakan kebutuhan energi yang semakin meningkat serta ditengah upaya mendorong pemulihan ekonomi nasional, kebutuhan bahan peledak untuk kepentingan industri sangat dibutuhkan. Antara lain pada sektor pertambangan, seperti batubara, minyak dan gas bumi, sektor konstruksi hingga untuk kepentingan militer.
“Dari sisi kuantitas, kebutuhan bahan peledak untuk menopang industri dalam negeri semakin meningkat. Tahun 2012 misalnya, kebutuhan bahan peledak mencapai 550 ribu ton per tahun. Di tahun 2017 meningkat menjadi 800 ribu ton per tahun. Peningkatan kebutuhan ini berbanding lurus dengan eksplorasi sumber energi yang juga terus meningkat. Misalnya produksi batubara yang rata-rata mencapai 462,3 juta ton sepanjang tahun 2013 hingga 2017. Pada tahun ini saja ditargetkan mencapai 694,5 juta ton, bahkan diperkirakan akan melebihi 700 juta ton pada akhir tahun 2023,” jelas Bamsoet.
Bamsoet menerangkan, selama kurun waktu lebih dari 20 tahun, untuk memenuhi kebutuhan bahan peledak tersebut, Indonesia masih sangat tergantung pada impor. Sebagai gambaran, pada Juni 2023 saja, nilai impor bahan peledak, korek api, dan kembang api di Indonesia mencapai 17,4 juta dollar AS. Sedangkan untuk kurun waktu Januari hingga Juni 2023, total nilai impor dari komoditas tersebut mencapai 69,7 juta dollar AS.
“Karena itu, kita patut bersyukur bahwa saat ini diberikan ijin untuk membangun sendiri pabrik bahan peledak. Dengan meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri, kita harapkan dapat membangun kemandirian dalam industri bahan peledak. Sekaligus mengurangi dan menghilangkan ketergantungan terhadap kebutuhan bahan peledak dari luar negeri. Bahkan, bukan tidak mungkin, dengan kemampuan sumberdaya yang kita miliki, ke depan justru kita dorong agar bahan peledak produksi dalam negeri menjadi salah satu komoditas ekspor non-migas yang potensial sebagai industri penopang perekonomian nasional,” pungkas Bamsoet.