Sebuah renungan di hari wafatnya Pangeran Diponegoro untuk melihat figure teladan yang memiliki visi kebangsaan kuat ke depan.
“Jika aku mati, kuburkan jasadku di Makassar, di samping makam anakku, R.M. Sarkuma. Sertakan juga pusakaku, Kris Bondoyudo, hasil peleburan tiga pusaka sebagai tanda kepercayaan memimpin Jawa. Meski keturunanku berjumlah 18, mereka harus memahami bahwa mewarisi pusaka ini sebagai simbol penguasa tanah Jawa tidaklah mudah. Tak seorang pun dari mereka boleh merasa bahwa dengan sendirinya ia mampu mengemban tugas seberat bapaknya.”
-Diponegoro
mediapesan.com | Wasiat Diponegoro merupakan lakon perjuangan yang mengisahkan perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap kolonial Belanda pada abad ke-19.
Wasiat Diponegoro yang dipentaskan di Kota Surakarta sebagai bagian dari upaya memperkenalkan sejarah dan nilai-nilai perjuangan nasional kepada masyarakat.
Wasiat Diponegoro diartikan sebagai pesan atau nilai untuk menciptakan masa depan, di mana pengalaman Diponegoro yang mengalami panggilan lewat pertemuan dengan Ratu Adil, mendorongnya untuk keluar dari zona nyamannya dan mengambil risiko untuk mengalami takdir sebagai pelaku utama dalam merebut Pulau Jawa dari penjajahan.
Lakon perjuangan Diponegoro dituliskan dengan cara yang bukan sekadar laporan deskriptif, melainkan mengandung banyak pesan-pesan filosofis dan pesan kemanusiaan.
Bobot tulisan biografi Diponegoro dalam “Babad Diponegoro” dinilai oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) untuk diabadikan menjadi “memory of the world”.
Artinya, karya Babad Diponegoro dianggap layak menjadi bacaan mulia yang diharapkan dapat dibaca oleh masyarakat global, karena skala perlawannya bukan hanya skala nasional dan kebangsaan, melainkan sudah menjadi visi pembebasan kemanusiaan untuk melahirkan kemerdekaan dari kolonialisme.
Pentas Wasiat Diponegoro ini merupakan riset performance Sardono W Kusumo, Hanindawan, Rahman Sabur, Peni Candrarini, Otto Sidharta, Tisna Sanjaya, Eko Supriyanto dan Peter Carey yang sepakat bekerja gotong royong dan tidak menerima sponsor agar tidak menimbulkan kecurigaan dari pihak, baik juga kontestan mana pun.
Pentas mengambil episode terakhir dari perjalanan perjuangan Diponegoro, yaitu babak ketika Diponegoro ditangkap dan diangkut dengan kapal layar berdayung (korvet pollux) selama dua bulan dua minggu ke Manado.
Bagi seseorang yang dibesarkan dalam kultur darat dan pertanian, perjalanan laut dengan kapal yang sama sekali tidak nyaman membuat kondisi Diponegoro menjadi sangat rentan.
Setiap hari ia mengalami muntah-muntah, mabuk laut yang sangat menyakitkan, sehingga daya tahan tubuhnya pun menjadi sangat lemah, menyebabkan penyakitnya semakin parah, terutama malaria yang kambuh menambah siksaan lebih berat dalam pelayaran panjang itu.
Meski dalam kondisi tubuh yang rentan dan siksaan yang berat, Diponegoro berhasil menampilkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual untuk mampu menanggapi pertanyaan-pertanyaan dan dialog panjang dengan para perwira yang mengawalnya.
Tentu saja, para pengawal yang memiliki latar belakang sebagai perwira intelijen berusaha untuk membongkar dan menyelami rencana-rencana tersembunyi dari Diponegoro semasa nanti dia diasingkan di Manado dan Makassar.
Puncak Wasiat Diponegoro; “Jika aku mati, kuburkan jasadku di Makassar, di samping makam anakku, R.M. Sarkuma. Sertakan juga pusakaku, Kris Bondoyudo, hasil peleburan tiga pusaka sebagai tanda kepercayaan memimpin Jawa. Meski keturunanku berjumlah 18, mereka harus memahami bahwa mewarisi pusaka ini sebagai simbol penguasa tanah Jawa tidaklah mudah. Tak seorang pun dari mereka boleh merasa bahwa dengan sendirinya ia mampu mengemban tugas seberat bapaknya.”

Tentang Masdon Art Center di Surakarta.
Masdon Art Center sudah menjadi pusat kegiatan seni yang mewarnai dunia pertunjukan di Solo.
Dimulai sejak tahun 2000, salah satu kegiatan seni tersebut berbasis pendidikan.
Masdon Art Center difungsikan untuk ruang perkuliahan mahasiswa pascasarjana di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan mahasiwa sarjana dari Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Kegiatan berbasis pendidikan seni tentu saja melahirkan banyak kegiatan pementasan.
Hal yang membuat Masdon Art Center menjadi satu-satunya tempat kegiatan pementasan seni dengan profesional karena dihasilkan dari proses penciptaan dengan berbasis riset, eksperimentasi, dan kolaborasi antar bidang seni.
Kegiatan ini kemudian menarik perhatian dunia internasional. Kawan-kawan seniman Asia, Eropa serta Amerika datang untuk membuat workshop, menjadi penguji maupun pengajar tamu bagi seniman-seniman yang berdomisili di Solo dan juga dari berbagai institusi seni lain di Indonesia.
Sejak tahun 2000 sampai tahun 2020, 30 doktor penciptaan seni dan 80 orang mahasiswa magister penciptaan mendapatkan manfaat dari keberadaan ruang Masdon Art Center.
Sardono W. Kusumo aktif berperan sebagai promotor dalam persyaratan tugas akhir kelulusan dan juga sebagai pembimbing dan pengajar tentang proses penciptaan seni.
Keberadaan Masdon Art Center sebagai ruang pendidikan, pelatihan dan penelitian dalam penciptaan seni dalam konteks penguatan nilai-nilai keragaman budaya Indonesia (peserta didik berasal dari berbagai suku) juga kehadirannya diperlukan di dalam proses penciptaan produk-produk industri kreatif. ***