MEDIAPESAN – Dua organisasi mahasiswa di Pulau Buru, Provinsi Maluku—Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Cabang Buru dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Namlea—menggelar aksi damai menolak kehadiran sepuluh koperasi yang beroperasi di area tambang emas Gunung Botak dan menuntut deportasi sejumlah warga negara asing (WNA) asal China.
Aksi berlangsung pada Jumat (2/5/2025), dimulai dari kampus Iqra Buru dan berlanjut ke beberapa titik strategis di Namlea, termasuk Simpang Lima, Kantor Bupati, dan Markas Polres Pulau Buru.
Ketua IMM Cabang Buru, Kadafi Alkatiri, menyampaikan bahwa koperasi yang dikordinasi oleh Ruslan Arif Suamole dan bekerja sama dengan PT Wangsuwai Indo Mining telah menyimpang dari prinsip dasar koperasi.
Kami belum melihat legalitas koperasi itu. Mereka tidak memiliki tempat pembuangan limbah yang sesuai dan dokumen AMDAL pun masih simpang siur. Namun, mereka sudah beroperasi, ujar Kadafi.
Ia juga menyoroti penggunaan lahan transmigrasi yang menurutnya seharusnya diperuntukkan bagi pertanian warga, bukan kegiatan tambang ilegal.
Senada, Ketua HMI Cabang Buru, Abdula Fatcey, menegaskan bahwa para pemilik koperasi harus diproses secara hukum, dan para WNA asal China yang tengah diperiksa oleh pihak imigrasi harus segera dideportasi.
Tambang di Gunung Botak belum resmi, tapi perusahaan sudah berani membawa tenaga kerja asing. Bahkan, salah satu WNA tercatat memiliki visa kerja di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, namun beraktivitas di Buru, ungkapnya.
HMI dan IMM menyatakan penolakan terhadap aktivitas koperasi tersebut dan meminta agar masyarakat lokal diberikan kesempatan untuk mengelola lahan sambil menunggu kepastian regulasi dan penetapan perusahaan tambang resmi.
Kedua organisasi juga berencana menggelar aksi lanjutan di Kantor Gubernur Maluku, Dinas ESDM, dan DPRD Provinsi Maluku pada pekan depan, guna meninjau ulang izin operasi koperasi yang dinilai bermasalah.