SURABAYA – Setiap 2 Mei, denyut kehidupan bangsa Indonesia terasa lebih khidmat.
Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) bukan sekadar tanggal di kalender, melainkan panggung refleksi tentang arah pendidikan kita.
Di tengah arus perubahan zaman, Hardiknas hadir untuk mengingatkan kembali misi besar bangsa: mencerdaskan kehidupan masyarakat secara merata, berdaya, dan bermartabat.
Di Surabaya—kota yang tumbuh sebagai simpul kemajuan dan pusat pendidikan di Jawa Timur—peringatan Hardiknas tahun ini menggugah kesadaran kolektif.
Sebagaimana diungkapkan bahwa peringatan ini adalah ajakan untuk mengubah perenungan menjadi tindakan nyata.
Pendidikan harus bergerak dinamis, berkelanjutan, dan mampu menjawab tantangan zaman.
Menghidupkan Kembali Nilai Ki Hadjar Dewantara
Nama Ki Hadjar Dewantara bukan hanya layak dikenang, tapi lebih penting untuk dihidupkan kembali dalam praktik pendidikan sehari-hari.
Trilogi falsafah beliau—Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani—adalah filosofi pendidikan yang membebaskan.
Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, melainkan proses memanusiakan manusia.
Di era digital dan global ini, pemikiran beliau semakin relevan.
Kita tidak boleh hanya mencetak lulusan yang pandai mengikuti, melainkan generasi yang mampu berpikir kritis, kreatif, dan adaptif.
Pendidikan harus menjadi ruang yang memberdayakan—mendorong anak-anak untuk menggali potensi, berani bermimpi, dan menjadi agen perubahan.
Pendidikan: Tanggung Jawab Kolektif
Pendidikan bukan semata tugas sekolah atau pemerintah. Ini adalah tanggung jawab bersama.
Orang tua sebagai pendidik pertama, masyarakat sebagai lingkungan pembentuk karakter, dan dunia usaha sebagai mitra penentu arah kompetensi, semuanya harus bergerak bersama.
Di Surabaya, semangat kolaboratif ini mulai tumbuh.
Program kemitraan antara sekolah, komunitas lokal, dan pelaku industri menunjukkan bahwa ketika semua pihak berperan aktif, pendidikan akan melahirkan anak-anak yang tidak hanya cerdas, tapi juga berkarakter dan siap kerja.
Evaluasi Jujur demi Perbaikan Nyata
Hardiknas juga menjadi momentum untuk bercermin.
Kita masih menghadapi tantangan serius: kesenjangan mutu antarwilayah, kurikulum yang belum sepenuhnya adaptif, minimnya literasi digital di kalangan guru, hingga jurang antara dunia pendidikan dan realitas kerja.
Ini bukan saatnya saling menyalahkan, melainkan berani melakukan evaluasi jujur dan menyeluruh.
Langkah perbaikan harus berbasis data, mendengar suara dari lapangan—guru, siswa, orang tua—dan dirancang dengan semangat gotong royong.
Surabaya yang dikenal sebagai kota inovatif bisa menjadi pelopor dalam perbaikan sistemik ini, dengan mendorong kebijakan pendidikan yang progresif dan inklusif.
Menanamkan Semangat Belajar Sepanjang Hayat
Hardiknas harus membangkitkan semangat belajar tak kenal usia.
Budaya belajar sepanjang hayat harus ditanamkan sejak dini.
Anak-anak didorong untuk terus belajar, bukan karena takut gagal, tapi karena cinta akan pengetahuan.
Guru dan pendidik pun harus terus memperbarui kompetensinya, agar tetap relevan dan menginspirasi.
Surabaya dapat memimpin dengan memperluas akses pelatihan guru, memfasilitasi komunitas belajar, dan menyediakan ruang eksplorasi bagi generasi muda.
Dengan teknologi dan kemauan kuat, budaya belajar bisa menjadi gaya hidup, bukan kewajiban.
Pendidikan untuk Membangun Karakter Bangsa
Mutu pendidikan tak hanya diukur dari nilai akademik, tetapi dari karakter anak didik.
Di tengah tantangan sosial dan digital yang kian kompleks, pendidikan harus menjadi benteng moral.
Nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, toleransi, dan gotong royong harus tertanam kuat sejak dini.
Surabaya sebagai kota multikultur memiliki peluang besar untuk menjadi teladan.
Dengan memperkuat pendidikan karakter di sekolah, mengintegrasikan nilai-nilai luhur dalam kurikulum, serta menumbuhkan empati dan kepedulian sosial, kita membangun generasi yang tidak hanya pintar, tapi juga bermoral.
Mengapresiasi Guru sebagai Garda Terdepan
Tak ada pendidikan berkualitas tanpa guru yang berkualitas.
Di momen Hardiknas ini, kita patut memberikan apresiasi setinggi-tingginya bagi para guru.
Mereka adalah pahlawan sejati yang mendidik dengan cinta dan penuh dedikasi, meski sering kali dalam keterbatasan.
Apresiasi ini harus konkret—bukan hanya sekadar seremoni.
Pemerintah daerah, termasuk Surabaya, bisa memperkuat dukungan melalui peningkatan kesejahteraan, pelatihan berkelanjutan, dan kebijakan yang berpihak pada pengembangan profesi guru.
Sebab, investasi terbaik untuk masa depan bangsa adalah pada guru.
Menuju Transformasi Pendidikan Berkelanjutan
Hardiknas bukanlah akhir dari perayaan, tetapi awal dari langkah-langkah transformasi.
Saatnya kita menjadikan peringatan ini sebagai pemantik semangat perubahan: membenahi sistem, memperluas akses, meningkatkan kualitas, dan menyinergikan seluruh potensi bangsa.
Di Surabaya dan seluruh Indonesia, mari kita rajut komitmen bersama.
Pendidikan yang merata, berkualitas, dan berkeadilan bukan utopia, melainkan cita-cita yang bisa kita wujudkan dengan kerja keras dan kolaborasi.
Semangat Hardiknas harus terus menyala—menjadi obor yang menuntun langkah kita menuju pendidikan yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan peradaban bangsa. ***