Makassar (mediapesan) – Perkembangan teknologi komunikasi yang pesat telah menyentuh hampir semua aspek kehidupan, termasuk dunia jurnalisme.
Dalam menghadapi era kecerdasan buatan (AI), jurnalis dihadapkan pada pilihan untuk beradaptasi atau berkolaborasi dengan teknologi ini.
Hal ini disampaikan oleh Fredrich Kuen Daeng Narang, M.Si, Direktur Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan Phinisi Pers Multimedia Training Center (P2MTC), dalam diskusi bertema “Media vs Artificial Intelligence” di Makassar, Selasa (28/1/2025).
Fredrich menjelaskan, adaptasi berarti menerima sepenuhnya penggunaan AI dalam proses jurnalistik, sementara kolaborasi berarti memanfaatkan AI secara terbatas untuk hal-hal positif.
AI dapat meningkatkan efisiensi kerja jurnalis, mempercepat analisis data, dan mendukung penulisan berita mendalam (indepth news).
Namun, penggunaan AI harus disertai pengecekan ganda (double cross check) untuk memastikan akurasi informasi.
Meski AI memiliki banyak manfaat, Fredrich mengingatkan bahwa teknologi ini tidak memiliki rasa dan etika.
Peran jurnalis dan gate keeper (redaktur) tetap krusial dalam memastikan kebenaran informasi sebelum disebarluaskan. AI juga tidak dapat menggantikan sepenuhnya peran manusia dalam jurnalistik, terutama dalam hal kreativitas dan etika, terangnya.
Namun, dampak digitalisasi dan penggunaan AI telah menyebabkan beberapa perusahaan media melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun peran jurnalis tidak sepenuhnya tergantikan, pemilik media cenderung memilih efisiensi dengan mengurangi tenaga kerja manusia.
Untuk menghadapi tantangan ini, Fredrich menyarankan agar jurnalis terus meningkatkan kompetensi dan mengikuti perkembangan teknologi komunikasi.
Selanjutnya, Dr. Dahlan Abubakar, tokoh pers dan akademisi, menambahkan bahwa AI dapat membantu jurnalis muda dalam menghasilkan karya jurnalistik, menyediakan data, dan menganalisis informasi.
Sementara itu, Mitha Mayestika, S.IP, M.IKom, dosen dan mahasiswi S3 jurnalistik Universitas Hasanuddin, menegaskan bahwa AI bukan ancaman bagi fotografi dan videografi jurnalistik.
Meskipun AI dapat membantu dalam pengeditan, kredibilitas dan kejujuran yang dihasilkan oleh fotografer manusia tetap tidak tergantikan, jelasnya.
AI adalah alat yang dapat mendukung kerja jurnalis, tetapi tidak dapat menggantikan peran manusia sepenuhnya.
Kolaborasi antara manusia dan teknologi, serta peningkatan kompetensi, menjadi kunci untuk menghadapi era jurnalisme modern.