MEDIAPESAN, Jeneponto – Seorang pria berusia 44 tahun bernama Arifin menjadi korban kekerasan brutal yang diduga dilakukan oleh tiga pria yang dikenal oleh warga sekitar.
Insiden ini terjadi pada Kamis, 22 Mei 2025, di Desa Monro-Monro, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto.
Menurut keterangan sejumlah saksi yang ditemui awak media di kediaman korban, Arifin dikeroyok dan dipukul secara bertubi-tubi hingga mengalami luka serius di berbagai bagian tubuhnya.
Kondisi korban mencakup benjolan besar di bagian belakang kepala, luka terbuka di kepala depan, pembengkakan pada tangan kiri, dugaan patah tulang di kaki kiri, dan sejumlah luka lainnya di bagian kaki kanan.
Kami melihat jelas tiga orang memukuli Arifin. Beberapa dari mereka memang warga sini, ujar Khairil, salah satu saksi mata, dalam keterangannya pada 31 Mei.
Laporan atas kejadian ini telah disampaikan ke Polsek Binamu sehari setelah insiden, (23 Mei 2025).
Laporan tercatat dalam Surat Tanda Penerimaan Laporan bernomor: LP/B/5/V/2025/SPKT/Polsek Binamu/Polres Jeneponto/Polda Sulsel.
Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada satu pun terduga pelaku yang diamankan.
Keluarga Kecewa, Proses Hukum Dinilai Lamban
Pihak keluarga menyatakan kekecewaan atas lambannya respons dari kepolisian.
Laporan sudah kami buat sejak minggu lalu, tapi pelaku belum juga ditangkap. Sementara korban masih trauma dan kesakitan, ujar salah satu anggota keluarga korban.
Kritik juga datang dari pengamat sosial, Jupri, yang menyebut bahwa kasus ini seharusnya menjadi prioritas aparat hukum.
Jika pelaku sudah diketahui identitasnya namun tidak segera diamankan, hal ini bisa menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap polisi, jelasnya.
Jupri juga menyoroti potensi munculnya gejolak sosial akibat ketidakpastian hukum.
Ia memperingatkan risiko terjadinya aksi main hakim sendiri di tengah kekecewaan masyarakat.
Dari aspek hukum, Jupri menegaskan bahwa tindakan yang menimpa Arifin bisa dikategorikan sebagai penganiayaan berat berdasarkan Pasal 170 ayat (2) ke-2 KUHP, yang mengatur tentang pengeroyokan yang mengakibatkan luka berat, dengan ancaman pidana maksimal sembilan tahun penjara.
Kasus ini sudah memenuhi unsur pidana berat. Sudah seharusnya ada langkah tegas dari penyidik,” tambahnya.
Polisi: “Kami Bertindak Sesuai Prosedur”
Menanggapi kritik tersebut, Kanit Reskrim Polsek Binamu menyampaikan klarifikasi melalui pesan singkat pada Sabtu, 31 Mei.
Ia menyatakan bahwa proses penyidikan masih berjalan dan menekankan pentingnya mengikuti tahapan hukum.
Kami sudah lakukan sesuai mekanisme. Prosesnya kini pada tahap undangan terhadap terlapor sebelum dilakukan gelar perkara, ujarnya.
Ia menambahkan bahwa penangkapan tidak bisa dilakukan sembarangan karena penyidik terikat oleh sejumlah regulasi ketat, seperti KUHAP, Perkapolri, dan Peraturan Kapolda.
Kalau penyidik salah prosedur, bisa dipraperadilan. Semua harus sesuai aturan, tegasnya.
Seruan untuk Akses Keadilan dan Respons Cepat
Kasus ini memunculkan kekhawatiran akan lemahnya penegakan hukum di tingkat lokal, terutama ketika pelaku diduga dikenal masyarakat dan korban mengalami luka berat.
Masyarakat dan keluarga korban kini berharap agar Polres Jeneponto segera bertindak tegas dan profesional, memastikan para pelaku diproses sesuai hukum yang berlaku.
Sementara itu, Arifin masih menjalani perawatan di rumah dengan kondisi fisik dan mental yang belum pulih.