MEDIAPESAN – Praktik pembayaran upah di bawah ketentuan yang ditetapkan pemerintah masih marak dilakukan oleh sejumlah perusahaan di Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Muhammad Hendra Cahyadi Ashary, S.H, M.H, C.PS, C.CA, seorang advokat dan pemerhati ketenagakerjaan, yang menilai bahwa ketidaktahuan pekerja kerap dimanfaatkan oleh perusahaan untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya.
Masih banyak perusahaan yang membayar gaji di bawah UMP. Ini pelanggaran serius, karena upah minimum telah ditentukan oleh pemerintah setiap kota dan provinsi, ujar Hendra.
Ia menambahkan bahwa sistem pengupahan yang tidak sesuai dapat dikenai sanksi hukum tegas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil, sejumlah perusahaan diketahui tetap enggan membayar sesuai standar minimum meskipun kondisi keuangan mereka cukup baik.
Ironisnya, perusahaan yang mampu justru lebih sering melakukan pelanggaran ini. Banyak pekerja yang bahkan tidak tahu bahwa mereka berhak atas upah minimum, imbuhnya.
Undang-Undang Cipta Kerja menyebutkan bahwa perusahaan yang membayar gaji di bawah UMP/UMK dapat dikenakan pidana penjara hingga empat tahun dan/atau denda sebesar Rp400 juta.
Selain itu, kewajiban perusahaan untuk mengikutsertakan pekerja dalam BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan juga diatur secara tegas.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenai sanksi pidana delapan tahun penjara atau denda hingga Rp1 miliar, berdasarkan UU No. 24 Tahun 2011.
Sistem kerja yang didasarkan pada perjanjian antara perusahaan dan pekerja sering kali dimanipulasi untuk menyamarkan pelanggaran terhadap aturan pengupahan.
Namun, menurut hukum Indonesia, kesepakatan yang bertentangan dengan ketentuan upah minimum dianggap tidak sah secara hukum.
Perjanjian kerja yang menetapkan upah di bawah UMP/UMK batal demi hukum. Itu jelas tertuang dalam KUH Perdata, kata Hendra.
Pelaporan pelanggaran ini dapat dilakukan langsung ke Dinas Ketenagakerjaan setempat.
Namun, banyak pekerja yang enggan melapor karena takut kehilangan pekerjaan atau tidak tahu ke mana harus melapor.
Penting bagi pekerja untuk mengetahui haknya. Pemerintah harus memperkuat sosialisasi dan pengawasan terhadap praktik curang ini, tambah Hendra.
Upah minimum, yang terdiri dari Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dirancang sebagai jaring pengaman sosial untuk menjaga daya beli masyarakat.
Karena itu, penetapan upah di bawah standar bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan bentuk eksploitasi yang merusak struktur ekonomi pekerja.
Hendra mengingatkan para pemilik usaha untuk menyesuaikan sistem pengupahan mereka agar sesuai dengan ketentuan terbaru dalam UU Cipta Kerja.
Kalau tidak ingin dikenai sanksi pidana, maka bayar pekerja sesuai aturan. Ini bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga tanggung jawab moral, tegasnya.