MEDIAPESAN – Seorang praktisi hukum mendesak aparat kepolisian untuk menyelidiki aktivitas pertambangan emas yang menggunakan alat berat di Jalur H Wansait, Desa Dava, Kecamatan Waelata, Kabupaten Buru, Maluku.
Hal itu karena diduga ilegal dan melibatkan kerja sama antara koperasi lokal dan investor yang diduga berasal dari Tiongkok.
Ambo Kolengsusu, praktisi hukum setempat, pada Rabu (30/4/2025) meminta Polda Maluku dan Polres Buru segera menangkap serta memeriksa individu yang mengklaim sebagai koordinator koperasi tambang di wilayah tersebut.
Ambo juga menyebut nama “Tiong” sebagai pemilik alat berat yang digunakan dalam aktivitas tambang, serta menuntut pemeriksaan terhadap pihak yang menyediakan lahan untuk pertambangan.
Ada indikasi kuat mafia tambang yang bersembunyi di balik koperasi, kata Ambo, merujuk pada pernyataan Asisten II Pemprov Maluku, Kasrul Selang, yang sebelumnya mengatakan bahwa proses penyusunan dokumen Amdal membutuhkan waktu enam bulan.
Namun, menurut Ambo, koperasi tersebut sudah beroperasi hanya dalam waktu satu bulan, yang mengindikasikan adanya penyimpangan dan pembohongan publik.
Pembuatan Amdal bukan seperti sulap. Tidak bisa hanya dengan foto dari Google lalu izin keluar, tegasnya.
Ia menambahkan bahwa peta wilayah pertambangan yang sah harus berasal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk memastikan batas hutan lindung, hutan produksi, dan zona tambang yang legal.

Ambo juga menyoroti bahwa para ketua koperasi tidak memiliki hak atas lahan tambang dan menyebut sikap aparat yang pasif sebagai bentuk ketidakberdayaan hukum.
Penegak hukum jangan seperti gigi ompong—bersuara tapi tak bisa menggigit. Negara tidak boleh kalah oleh arogansi ketua koperasi atau cukong-cukong tambang, ujarnya.
Jika tidak ada tindakan hukum, Ambo menyatakan akan melaporkan kasus ini ke Mabes Polri.
Sebagai anak adat, ia menyatakan bahwa perjuangannya adalah bagian dari tanggung jawab moral dan kultural.
Kejahatan harus disikat tanpa pandang bulu, pungkasnya.