MEDIAPESAN – Sebuah sekolah menengah atas negeri di Makassar, Sulawesi Selatan, menjadi sorotan setelah muncul dugaan bahwa pihak sekolah menekan orang tua siswa kelas X untuk menandatangani surat permohonan pindah yang telah disiapkan sebelumnya.
Kasus ini memicu kekhawatiran terkait perlindungan hak peserta didik dan praktik penerimaan siswa baru.
Informasi awal beredar melalui grup WhatsApp orang tua siswa setelah wali kelas memanggil lima siswa — inisial Riv, Ras, Tau, Fir, dan In — untuk menghadirkan orang tua mereka dalam pertemuan dengan Wakil Kepala Sekolah bidang Kurikulum pada 30 April.
Dua hari sebelumnya, pada 28 April, siswa tersebut diberi tugas perbaikan nilai karena dinilai memiliki masalah akademik.
Namun, beberapa orang tua menyatakan kekecewaannya karena meski tugas telah diselesaikan, mereka justru menerima surat permohonan pindah dari Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan.
Surat itu sangat memukul psikologis anak saya. Ada siswa yang stres dan sebagian besar merasa takut, ujar salah satu orang tua yang enggan disebut namanya.
Peristiwa ini terjadi menjelang masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2025–2026, sehingga menimbulkan dugaan bahwa pengeluaran surat pindah tersebut terkait dengan upaya membuka kuota untuk siswa baru.
Beberapa sumber menyebutkan pengganti dari siswa-siswa tersebut bahkan telah disiapkan.
Kepala UPT SMAN 1 Makassar, Drs. H. Solihin, M.Pd, membantah adanya surat permohonan pindah tersebut.
Saya tidak tahu soal itu, tidak pernah ada penyampaian kepada saya, tegasnya saat dihubungi wartawan pada 30 April.
Ia juga menyatakan bahwa surat yang disebut-sebut berasal dari Wakil Kepala Sekolah “tidak ada atau tidak benar.”
Solihin menyampaikan bahwa pihak sekolah telah mengundang orang tua siswa melalui surat resmi tertanggal 30 April untuk membahas hasil belajar siswa pada semester genap Fase E dan F.
Pertemuan yang digelar pada 2 Mei dihadiri sekitar 40 orang tua, terdiri dari orang tua 18 siswa kelas X dan 22 siswa kelas XI.
Ia menambahkan bahwa semua orang tua akan kembali dipanggil pada Senin untuk menandatangani surat pernyataan.
Salah satu orang tua menyampaikan rasa terima kasih atas pertemuan tersebut karena anaknya masih dapat melanjutkan pendidikan di sekolah itu, meskipun sebelumnya telah menerima surat permohonan pindah.
Dari lima siswa yang disebutkan, dua di antaranya sudah keluar setelah menandatangani surat tersebut.
Namun, tindakan sekolah ini dinilai bertentangan dengan semangat program Wajib Belajar 12 Tahun yang diatur dalam Permendikbud No. 80 Tahun 2013, yang menjamin hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan menengah tanpa tekanan dan diskriminasi.
Pernyataan Kepala Sekolah justru memunculkan pertanyaan lebih jauh terkait transparansi dan koordinasi internal manajemen sekolah.
Publik pun mendesak Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera melakukan investigasi menyeluruh.