Oleh: Dr. Andi Bachtiar, S.Sos, M.Si, M.Pd (Direktur Pascasarjana UPRI Makassar)
Semarak Lima Tahunan
Lima tahun yang telah berlalu yang semaraknya tak kalah seperti tahun ini. Hajatannya serupa seperti hajatan tahun ini. Dan ada beberapa komponen saja yang berbeda di tahun ini daripada tahun sebelumnya. Namun prosesi dan tujuan akhirnya sama saja. Kesamaan inilah yang seharusnya membuat umur demokrasi kita seharusnya sudah beranjak dewasa.
Dan kita sebagai pemilih seharusnya sudah lebih cerdas dari tahun-tahun sebelumnya dalam mengamanatkan pilihan kita. Atau kita akan terperosot dan kembali membuat keputusan yang sia-sia untuk masa depan kita dan bangsa kita yang lebih baik kedepan.
Kecerdasan kita dalam mengsikapi hal ini minimal terlihat dari dua hal, yaitu: pertama, pengetahuan kita yang lebih baik tentang sistem dan prosedur politik demokratis kita saat ini, dan kedua adalah pengetahuan kita yang lebih baik tentang figur-figur yang ikut dalam pentas politik dan kebangsaan ini.
Pengetahuan kita tentang sistem dan prosedur politik demokratis kita, membuat kita tidak canggung lagi dalam menghadapi pesta politik ini. Kita akan jauh lebih percaya diri mengadakan welcome party yang lebih proporsional dan tepat.
Kita tidak ragu lagi apalagi salah mengambil langkah yang tepat. Sementara pengetahuan kita yang lebih baik tentang figur-figur yang tampil membuat kita tidak mudah ditipu dengan foto close-up dengan berbagai fiturnya, serta kita lebih selektif dan objektif memberikan pilihan kita.
Semarak tahun ini, tak berbeda dengan lima tahun lalu dan juga lima tahun sebelumnya. Lima tahun berlalu, bahkan sepuluh tahun berlalu sudah cukup untuk membawa agenda ini lebih baik di tahun ini. Amanah ini memang berat, karena setiap kita memiliki peluang partisipasi dan kontribusi yang sama menentukan para pemimpin di eksekutif maupun wakil-wakil kita di legislatif.
Demokrasi dengan metode one man one vote membuat harga suara seorang petani sama dengan seorang pejabat, kualitas suara seorang Doktor sama dengan yang tidak berpendidikan.
Ditengah-tengah rasa pesimisme yang menderu kita, karena jumlah pemilih yang tidak tahu atau kurang paham jauh lebih besar dari yang tahu dan yang paham.
Namun kita selalu berupaya untuk menyemai optimisme dan harapan, semoga tahun ini kita akan lebih baik, dan pemilihnya jauh lebih cerdas dari tahun-tahun sebelumnya.
Pelupa yang melupakan Pelupa
Kecerdasan pemilih adalah harapan kita satu-satunya di era demokrasi. Jika pemilihnya tidak cerdas, maka demokrasi tidak akan pernah mencapai kata ideal.
Hajatan kali ini kembali menghadirkan lakon-lakon lama ataupun lakon baru dalam drama kebangsaan ini. Kepada siapa kita amanatkan pilihan kita? Setiap kitalah yang paling tahu jawabannya.
Namun kita tidak pernah menutup mata dan senantiasa terjaga untuk mengenal setiap figur dan setiap lakon yang diperaninya selama ini.
Bagi lakon baru tentunya banyak dari mereka yang masih perlu kita kenali lagi. Namun para lakon lama, sedikit banyak telah kita ketahui sepak terjangnya.
Ada yang masih tetap percaya diri menyodorkan proposal agar dirinya kembali di percaya, namun ada juga yang kelihatannya masih ragu-ragu walaupun dengan penampilan meyakinkan.
Diantara mereka, ada yang kita senangi karena kontribusinya tak pernah susut secara sosial ekonomi baik bagi masyarakat, daerah, bangsa maupun agamanya.
Namun tak sedikit juga yang perlu kita evaluasi kembali sebelum memutuskan membuat pilihan. Ah! Adakah diantara mereka yang pelupa?
Mereka yang lupa bahwa amanat itu karena kita percaya bahwa mereka amanah, bukan karena kehebatan mereka yang tampil meyakinkan saat itu.
Mereka yang lupa bahwa banyak yang memberikan amanat itu adalah yang berada dibawah panggung, bukan dipanggung-panggung utama, yang jarang mereka tanyai kabar apalagi berjabat tangan dengannya.
Mereka yang lupa bahwa mereka dulu tampak biasa, namun kini telah luar biasa sementara kita tetap biasa-biasa saja.
Mereka yang lupa bahwa dulu mereka sangat kenal dan akrab dengan kita, lalu lima tahun berlalu dalam hubungan yang terasa asing.
Terasa kurang menyenangkan memang berharap pada PELUPA. Karena diri mereka sendiri bisa saja mereka LUPAI, apalagi diri orang lain yang jauh dari amatannya. Amat riskan amanah ini kembali kepada mereka yang pelupa, agar tidak hanya kita, merekapun bisa mengambil pelajaran dari proses penting ini.
Supaya mereka juga tidak lupa bahwa bukan mereka yang besar tetapi amanah itu yang besar dari kita dan dari yang Maha Besar. Diantara yang datang menyodorkan diri, ada dari kita yang benar-benar mengenalinya bahwa mereka adalah pelupa. Lupa dengan rakyatnya dan lupa dengan kehidupan rakyatnya sendiri.
Kita adalah pemilih Bermartabat dan bukan Pelupa
Cara terbaik agar kita kembali bermartabat adalah dengan cerdas dalam memilih. Pemilih cerdas adalah pemilih yang objektif dan selektif dalam memilih. Bukan karena tipuan kosmetik layanan promosi dan sosialisasi diri.
Bukan juga karena ikatan kekerabatan dan sahabat apalagi rayuan finansial. Kita adalah pemilih bermartabat yang banyak belajar dan tidak mudah lupa, bahwa pilihan kita tak dapat lagi dibeli dan dirayu dengan apapun.
Aneh, jika mereka menganggap kita adalah pelupa dan mudah melupakan dengan sedikit rayuan dan iming-iming. Lucu, jika mereka mengira bahwa kebaikan mereka saat ini, membuat kita lupa ketidakpedulian mereka di lima tahun yang telah berlalu.
Sia-sia jika mereka berpikir janji-janji mereka saat ini akan membuat kita lupa ikrar mereka lima tahun yang lalu yang tak kunjung ada. Salah, jika mereka berpendapat bahwa kita tidak tahu apa-apa tentang mereka dan agenda penting ini.
Pengalaman telah memberikan ajarannya yang terbaik. Waktu telah menunjukkan jati diri setiap orang dengan sebenar-benarnya. Kepada merekalah kita mengambil pelajaran dan menentukan pilihan.
Kita bukan PELUPA, Kita adalah pemilih bermartabat, karena martabat bangsa ini ada ditangan rakyat-rakyatnya yang bermartabat. Karena Allah menyukai penduduk yang bermartabat dengan iman dan taqwa yang kuat sehingga mereka jujur dalam memilih, bukan sebaliknya.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Al A`raaf :96)
Semoga kita dapat mengambil pelajarannya. Semoga! Wallahu a’lambishowab. (***)